Minggu, 31 Maret 2013

Review Jurnal PIO


Fakultas-Psikologi-USUReview Jurnal Motivasi Kerja

Judul                          : Hubungan antara Persepsi terhadap Kompensasi dan Semangat Kerja pada Karyawan Operasional PT Kai (Persero) Purwokerto

Nama Penulis             : Harlina Nurtjahjanti

Instansi Penulis          : Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro

Abstrak                      : Semangat kerja adalah sikap karyawan terhadap pekerjaan dan lingkungan kerjanya yang diwujudkan dalam kedisiplinan, kegairahan kerja dan dorongan untuk maju, dan salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah kepuasan karyawan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris hubungan antara persepsi terhadap kompensasi dengan semangat kerja pada karyawan operasional PT KAI dan seberapa besar sumbangan efektif yang diberikan oleh persepsi terhadap kompensasi terhadap semangat kerja pada karyawan operasional PT. KAI Purwokerto. Persepsi terhadap kompensasi memberikan sumbangan efektif sebesar 15,2 % terhadap semangat kerja.

Kata kunci                 : Semangat kerja, persepsi terhadap kompensasi

Latar Belakang Penelitian    :

            PT. Kereta Api (Persero) adalah penyelenggara sarana perkeretaapian sekaligus badan usaha yang mengusahakan sarana perkeretaapian umum. Sebagai salah satu penyedia jasa transportasi, PT KAI harus memiliki pengelolaan SDM yang baik menjadi salah satu upaya untuk menunjang kekuatan SDM yang tersedia di perusahaan. Adanya semangat kerja yang tinggi menunjukkan adanya kepuasan yang diperoleh karyawan terhadap perusahaannya. Perancangan sistem kompensasi merupakan salah satu elemen yang dapat meningkatkan kepuasan karyawan. Dengan kata lain suatu sistem imbalan yang baik adalah sistem yang mampu menjamin kepuasan para pegawai yang pada gilirannya memungkinkan perusahaan memperoleh, memelihara, dan mempekerjakan sejumlah orang yang dengan berbagai sikap dan perilaku positif, bekerja produktif bagi kepentingan perusahaan (Siagian, 2008).
Tujuan Penelitian                  :

Meneliti apakah ada hubungan antara persepsi terhadap kompensasi dan semangat kerja pada karyawan operasional PT KAI Purwokerto.
Metode Penelitian                  : 
ü  Subjek dan sampling
Subjeknya adalah 100 pegawai pada bagian operasional PT KAI yaitu masinis-assisten masinis, kondektur, PLKA-RAC. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara teknik proportional sampling.
ü  Metode Pengumpulan Data
(1)   skala semangat kerja yang disusun dari aspek semangat kerja dari Anoraga dan Suyati (1995); Nawawi & Martini (1990), yaitu aspek kerjasama, kedisiplinan, kegairahan kerja, dan dorongan untuk maju. Skala semangat kerja memuat 22 aitem.
(2)   skala Persepsi terhadap Kompensasi diukur dengan menggunakan gabungan antara aspek-aspek persepsi menurut Schiffman (dalam Sukmana, 2003) dan komponen kompensasi dalam Nawawi (2008) sebagai berikut (aspek kognisi dan aspek afeksi) dan komponen kompensasi finansial (kompensasi langsung dan tidak langsung) yang memuat 24 aitem.
ü  Metode Analisis Data
Uji Validitas menggunakan teknik korelasi product moment dari pearson. Uji reliabilitas menggunakan teknik koefisien Alpha. Hubungan kedua variabel menggunakan metode statistik yaitu analisis regresi linier sederhana dengan bantuan program komputer SPSS.

Hasil dan Pembahasan         :
ü  Hasil Analisis Data
Diketahui koefisien korelasi  = 0.391, tingkat signifikansi p= 0.00 (p < 0.05), Persamaan regresi adalah Y= 51.119+0.615(X), maka disimpulkan hipotesis yang diajukan peneliti, yaitu adanya hubungan positif antara persepsi terhadap kompensasi dengan semangat kerja diterima. Hasil analisis uji koefisien determinasi (R2)=0, artinya variabel persepsi terhadap kompensasi memberikan sumbangan efektif sebesar 15,2%, dan sisanya sebesar 84,8% diterangkan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
ü  Pembahasan
Berdasarkan hasil tersebut, hipotesis yang diajukan dalam penelitian terdapat hubungan positif antara persepsi terhadap kompensasi dengan semangat kerja diterima. Semakin positif persepsi karyawan terhadap pemberian kompensasi, maka semakin tinggi semangat kerja karyawan begitu juga sebaliknya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa, persepsi terhadap kompensasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi semangat kerja karyawan operasional PT KAI. Persepsi yang positif tersebut dimungkinkan muncul dengan adanya perhatian dari perusahaan terhadap kesejahteraan, kesehatan dan keselamatan kerja karyawannya. Kompensasi yang dirasakan adil oleh karyawan akan meningkatkan kepuasan karyawan yang pada akhirnya akan memicu karyawan untuk terus meningkatkan kinerjanya, sehingga tujuan perusahaan maupun kebutuhan karyawan akan tercapai secara bersama.
Kesimpulan dan Saran         :
Ada hubungan positif antara persepsi terhadap kompensasi dengan semangat kerja karyawan operasional PT KAI. Sumbangan efektif variabel persepsi terhadap kompensasi pada semangat kerja sebesar 15.2% sedangkan 84,8% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.
Berpijak pada hasil tersebut dapat diberikan saran-saran sebagai berikut:
1.      Bagi karyawan operasional PT KAI
Agar mempertahankan pandangan yang positif terhadap kompensasi, yaitu dengan menerima kebijakan yang telah ditetapkan oleh perusahaan dalam hal ini PT KAI dan berpartisipasi aktif untuk ikut menentukan arah kebijakan perusahaan demi kepentingan bersama.
2.      Bagi manajemen PT. KAI Purwokerto
Agar tetap memberikan reward yang berupa penghargaan, pengakuan, balas jasa oleh perusahaan yang sesuai dengan prestasi dan kinerja awak KA ditambah dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang bersifat refreshing bagi seluruh karyawan operasional.
3.      Bagi peneliti selanjutnya
Agar dapat melakukan penelitian dengan variabel-variabel bebas yang lain, yang turut berperan dalam mendorong dalam semangat kerja, antara lain: konsep diri, promosi jabatan, kompensasi, keterlibatan kerja, dan lingkungan kerja.

Komentar       :
semangat kerja tinggi akan menunjukkan sikap positif dalam bekerja, seperti: kesetiaan, kegembiraan, kerjasama, kebanggaan, kepatuhan, disiplin, ramah, optimis, dan tercapai kepuasan kerja. Pendapat tersebut menunjukkan dengan adanya sikap kerja yang positif akan membuat karyawan bekerja secara maksimal untuk mencapai tujuan perusahaan. Sedangkan perancangan sistem kompensasi merupakan salah satu elemen yang dapat meningkatkan kepuasan karyawan. Dengan kata lain suatu sistem imbalan yang baik adalah sistem yang mampu menjamin kepuasan para pegawai yang pada gilirannya memungkinkan perusahaan memperoleh, memelihara, dan mempekerjakan sejumlah orang yang dengan berbagai sikap dan perilaku positif, bekerja produktif bagi kepentingan perusahaan.
Dari hasil penelitian tersebut, peneliti menunjukkan adanya hubungan positif antara persepsi terhadap kompensasi dengan semangat kerja diterima. namun, ada beberapa kelemahan pada bagian tertentu di antaranya jumlah perbandingan data yang tidak seimbang antara variable semangat kerja (variabel independen) dengan persepsi terhadap kompensasi (variabel dependen) sehingga akan menimbulkan dua spekulasi yaitu peneliti akan menambahkan jumlah data pada skala semangat kerja atau peneliti akan mengurangi jumlah data pada skala persepsi terhadap kompensasi yang akhirnya kemungkinan dapat menimbulkan kesalahan type error I semakin besar (kesalahan karena menolak Ho yang benar). Selain itu peneliti menyatakan persepsi terhadap kompensasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi semangat kerja namun dari hasil analisis statistik yang diperoleh tidak bisa menjamin sepenuhnya karena sumbangan efektif variable persepsi terhadap kompensasi yang dihasilkan sebesar 15,2% sehingga dapat memunculkan kemungkinan bahwa korelasi antara semangat kerja dengan persepsi terhadap kompensasi rendah. Peneliti juga menyebutkan sisanya sebesar 84,8% dipengaruhi oleh variable lain yang tidak diteliti namun dalam hal ini peneliti tidak dapat mengkategorikan seperti apa varibel lain yang dimaksud.
Walaupun demikian, peneliti dapat membuktikan bahwa adanya hubungan positif antara semangat kerja dengan persepsi terhadap kompensasi melalui metode statistic yang digunakan dengan tingkat signifikansi p=0,00 yang berarti bahwa tingkat kesalahan dari hasil tersebut adalah 0 %.

Kamis, 21 Maret 2013

Wuih, Inikah Desa dengan Ular Terbanyak Sedunia?

Ada sebuah desa kecil di China yang bernama Desa Zisiqiao desa ini banyak sekali dihuni oleh para ular sehinga orang sekitar menjuluki desa ini sebagai desa raja ular.

Mengapa begitu banyak ular berbisa dibiarkan hidup di desa ini? Karena ular merupakan sumber mata pencaharian penduduk Zisiqiao. Ular sangat berharga nilainya jika di jadikan obat tradisioanl China sehinga membuat harga ular sangat mahal. Nah hal inilah yang membuat warga desa Zisiqiao memilih profesi sebagai peternak ular ular.
 
 
Beberapa peternakan ular yang sudah terkenal dapat meraup untung puluhan ribu dolar dari bisnis menguntungkan ini.

Namun bekerja sebagai peternak ular bukan lah pekerjaan yang mudah resiko tergigit ular bisa saja mengancam para peternak namun penghasilan yang sangat besar sepertinya sepadan dengan resiko yang didapat.


Kisahnya Berawal dari...

Awal mula desa ini menjadi tempatnya ternak ular berasal dari seorang pria bernama Yang Hongchang, ketika itu Yang mengalami sakit yang luar biasa di area pinggangnya dan dokter manyarankan untuk meminum ramuan dari ular untuk mengobati sakitnya, namun karena tidak memiliki uang untuk membeli ular, Yang kemudian mencari ular liar disekitar desanya untuk membuat obat ramuan penyakitnya.

Setelah minum ramuan itu, ternyata sakit Yang sembuh. Kemudian Yang mulai mencari ular untuk obat. Namun Yang sadar dengan menangkap ular di alam akan bisa membuat ular punah, lalu Yang berpikir untuk membuat usaha peternakan ular sendiri dengan modal 10.000 yuan dan membuka peternakan ular di belakang rumahnya pada tahun 1985.

Percobaan pertamanya terbukti berhasil, lalu ia pun terus berusaha untuk mengembangkan usahanya itu. Pada tahun 1987, ia berhasil menetaskan sekitar 30.000 telur ular dan menjual ular yang masih bayi seharga 80.000 yuan (Rp 124 juta).

Nah dari keuntungan yang sangat besar inilah membuat warga lain di desa ini mengikuti jejak yang untuk berternak ular. Dengan demikian, jadilah sekarang Zisiqiao sebagai desa ular.

Dinamika Kepribadian Alfred Adler


DINAMIKA KEPRIBADIAN
Striving for Superiority, or Perfection
            Striving for superiority adalah suatu usaha terus menerus untuk menjadi lebih baik, untuk menjadi lebih dekat dengan tujuan yang ingin dia capai. Adler menggambarkan striving for superiority sebagai dasar fundamental dari kehidupan dan bukan usaha untuk menjadi lebih baik dari orang lain, atau untuk menguasai. Adler mengatakan bahwa kita berjuang menjadi superior sebagai usaha melengkapi diri kita atau membuat kita merasa utuh.
            Menurut Freud, perilaku manusia ditentukan berdasarkan masa lalunya (seperti insting dan pengalaman masa kanak-kanak), sementara Adler melihat bahwa motivasi manusia adalah suatu hal yang menentukan masa depannya. Dia mengatakan bahwa hanya perjuangan menjadi superior yang dapat menjelaskan kepribadian dan tingkah laku seseorang.
            Ada 2 poin tambahan tentang striving for superiority ini. Pertama, hal ini lebih banyak meningkatkan daripada menurunkan tegangan. Striving for superiority memerlukan energi dan usaha besar, maka Adler mengatakan manusia berusaha melawan stabilitas dan keadaan tenang.
            Kedua, bahwa striving for superiority itu dimiliki oleh individu dan masyarakat. Kita melakukan striving for superiority tidak hanya sebagai individu namun juga sebagai anggota kelompok. Menurut Adler, individu dan masyarakat saling berhubungan dan bergantung satu sama lain.
Fictional Final Goals
            Salah satu teori yang dikemukakan Adler dalam membentuk perilaku kita adalah fictional final goals (finalisme fiktif). Hal  ini dikatakan “fiksi” karna tidak mungkin dapat dilakukan di dunia nyata.
            Kita hidup dalam dunia dimana ada anggapan bahwa semua orang itu sama, atau pada dasarnya semua orang itu baik. Kepercayaan ini mempengaruhi cara kita bertingkah laku kepada orang lain. Misalnya, jika kita percaya bawa dengan melakukan hal-hal baik akan membawa kita ke surga maka kita akan melakukannya. Banyak hal-hal fiksi yang terjadi dalam kehidupan kita, menurut Adler, suatu formulasi besar yang diciptakan manusia adalah konsep tentang Tuhan.
The Style of Life
            Tujuan utama kita adalah superiority atau perfection (kesempurnaan), tapi cara kita untuk menuju hal tersebut berbeda-beda. Kita mengembangkan sebuah pola unik dari karakter, tingkah laku, kebiasaan, yang mana disebut Adler sebagai style of life atau gaya hidup. Bayi memiliki inferiority feelings yang memotivasi mereka untuk mengkompensasi rasa putus asa dan kebergantungan. Dalam upaya untuk melakukan kompensasi, anak-anak memperoleh berbagai macam tingkah laku. Tingkah laku ini menjadi bagian dari gaya hidup (the style of life).
            Semua yang kita lakukan terbentuk dengan keunikan gaya hidup kita. Hal ini menentukan aspek kehidupan mana yang cenderung kita sukai atau tidak sukai, dan sikap mana yang kita pegang.  Gaya hidup dipelajari dari interaksi sosial yang terjadi pada tahun-tahun awal kehidupan. Adler mengatakan bahwa gaya hidup terbentuk sejak umur 4 atau 5 tahun, dan setelah itu sangat sulit untuk dirubah. Gaya hidup menjadi salah satu penentu dari sikap-sikap kita ke depannya.
            Contohnya, anak yang diabaikan merasa tidak mampu mengatasi tuntutan hidup, karena itu dia tumbuh dengan rasa ketidakpercayaan dan sering berseteru. Hasilnya, gaya hidupnya sering melibatkan rasa dendam, membenci kesuksesan orang lain, dan mengambil apapun yang dia rasa adalah haknya.
Adler menggambarkan beberapa masalah yang umum dan membaginya dalam 3 kelompok:
1.      Masalah yang melibatkan perilaku kita terhadap orang lain
2.      Masalah dalam pekerjaan
3.      Masalah tentang percintaan
Kemudian, Ia mengemukakan 4 gaya hidup yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah itu:
1.      Dominant type
2.      Getting type
3.      Avoiding type
4.      Socially useful type
            Tipe pertama adalah sikap memerintah dengan kesadaran sosial yang rendah. Orang seperti ini berperilaku tanpa memikirkan orang lain. Orang yang paling ekstrim dari jenis ini akan menyerang orang lain secara langsung dan menjadi sadis dan ganas. Sementara orang yang tidak terlalu ekstrim  akan menjadi alkoholik, kecanduan obat, dan bunuh diri.
            Getting type (tipe paling umum menurut Adler) adalah yang mana manusia mengharapkan apa saja dari orang lain dan sangat bergantung dengan mereka.
            Avoiding type membuat tidak ada upaya dalam menghadapi masalah kehidupan. Dengan menghindari semua kesulitan, menghindari setiap kemungkinan terjadinya kegagalan.
            Social useful type dimana kita berdampingan dengan orang lain dan berperilaku sesuai dengan kebutuhan mereka. Orang-orang tersebut mengatasi permasalahan hidup dengan mengembangkan kerangka sosial dengan baik.
Social Interest
Adler percaya bahwa bergaul dengan orang lain merupakan tugas pertama kita dalam menghadapi hidup. Adler mengkonsepkan minat sosial (social interest) sebagai potensial individu yang dibawa sejak lahir untuk bekerja sama dengan orang lain  mencapai tujuan pribadi maupun sosial.
Menurut Adler, meskipun kita lebih kuat dipengaruhi oleh sosial daripada biologis, potensi dari minat sosial ini merupakan pembawaan dari lahir. Namun, tingkat untuk potensi minat sosial bergantung pada awal pengalaman sosial kita. Adler menyatakan bahwa peran ibu sangat penting sebagai orang pertama dalam berhubungan dengan bayi. Melalui perilaku ibu kepada si anak, ibu dapat membantu perkembangan minat sosial anak.
Creative Self
      Adler berpendapat bahwa setiap orang memiliki kontrol terhadap hidupnya sendiri dan bahwa mereka menciptakan style of life mereka sendiri. Kekuatan kreativitas itulah yang membuat setiap individu menciptakan diri, karakter, serta kepribadian mereka.