TUGAS
MATA KULIAH PSIKOLOGI PEDIDIKAN
|
|
I.
SLB Tipe A
Model Pendidikan
a. Pendidikan Khusus (SLB)
SLB adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan
program pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
1) Sekolah Luar Biasa (SLB) Tunanetra; yaitu sekolah yang
hanya memberikan pelayanan pendidikan kepada anak tunanetra.
2) Sekolah Dasar Luar Biasa; yaitu sekolah yang
menyelenggarakan pendidikan khusus, dengan bermacam jenis kelainan yaitu
tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa.
b. Pendidikan Terpadu
Pendidikan Terpadu ialah model penyelenggaraan program
pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus yang diselenggarakan bersama-sama
dengan anak normal dalam satuan pendidikan yang bersangkutan di sekolah reguler
(SD,SMP, SMA dan SMK) dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga
pendidikan yang bersangkutan (Kepmendikbud No. 002/U/1986).
Dalam pendidikan terpadu harus disiapkan:
1) Seorang guru Pembimbing Khusus (Guru PLB)
2) Sebuah ruangan khusus yang dilengkapi dengan alat
pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus . Ruangan khusus ini dibuat
dengan tujuan apabila anak yang berkebutuhan khusus tersebut mengalami
kesulitan di dalam kelas, maka ia dibawa ke ruang khusus untuk diberi pelayanan
dan bimbingan oleh guru Pembimbing Khusus. Bimbingan ini dapat berupa:
(a) bantuan untuk lebih memahami dan menguasai materi
pelajaran, dengan menggunakan alat bantu atau alat peraga,
(b) pengayaan agar ketika anak belajar di kelas bersama
anak lainnya anak tunanetra sudah siap menerima materi pelajaran,
(c) rehabilitasi sosial bagi anak berkebutuhan khusus
yang mengalami kesulitan dalam bergaul dengan teman sebayanya.
c. Guru Kunjung
Di dalam sistem Pendidikan Luar Biasa terdapat sebuah
model pelayanan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus yaitu dengan model
Guru Kunjung.
Model guru kunjung ini dilakukan dalam upaya pemerataan
pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus usia sekolah. Oleh karena sesuatu
hal, anak tsb tidak dapat belajar di sekolah khusus atau sekolah lainnya,
seperti:
1) Tempat tinggal yang sulit dijangkau akibat dari
kemampuan mobilitas yang terbatas
2) Jarak sekolah dan rumah terlalu jauh
3) Kondisi anak tunanetra yang tidak memungkinkan untuk
berjalan.
4) Menderita penyakit yang berkepanjangan
5) Dll.
Pelayanan pendidikan dengan model guru kunjung ini bisa
dilaksanakan di beberapa tempat, diantaranya;
1) Rumah anak tunanetra sendiri
2) Pada sebuah tempat yang dapat menampung beberapa anak
tunanetra
3) Rumah sakit
4) Dll.
Kurikulum yang digunakan pada model guru kunjung adalah
kurikulum PLB, kemudian dikembangkan kepada program pendidikan individual yang
disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing anak.
d. Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif adalah pendidikan reguler yang
disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang memerlukan pendidikan khusus pada
sekolah reguler dalam satu kesatuan yang sistemik.
Berdasarkan Keputusan Mendikbud No. 0491/U/1992,
anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus seperti tunanetra dapat belajar secara
terpadu dengan anak sebaya lainnya dalam satu sistem pendidikan yang sama.
Layanan pendidikan di dalam pendidikan inklusif memperhatikan:
1. Kebutuhan
dan kemampuan siswa
2. Satu
sekolah untuk semua
3. Tempat
pembelajaran yang sama bagi semua siswa
4. Pembelajaran
didasarkan kepada hasil assessment
5. Tersedianya
aksesibilitas yang sesuai dengan kebutuhan siswa, sehingga siswa merasa aman
dan nyaman.
6. Lingkungan
kelas yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa
7. Kurikulum
yang digunakan adalah kurikulum yang fleksibel, yang disesuaikan dengan
kemampuan dan kebutuhan setiap siswa.
ALAT PENDIDIKAN
1. Bagi Tunanetra
Alat pendidikan bagi tunanetra dapat dibagi menjadi tiga
bagian yaitu alat pendidikan khusus, alat bantu dan alat peraga.
a. Alat pendidikan khusus anak tunanetra antara lain:
1) reglet dan pena,
2) mesin tik Braille,
3) computer dengan program Braille,
4) printer Braille,
5) abacus,
6) calculator bicara,
7) kertas braille,
8) penggaris Braille,
9) kompas bicara.
b. Alat Bantu
Alat bantu pendidikan bagi anak tunanetra sebaiknya
menggunakan materi perabaan dan pendengaran.
1. Alat
bantu perabaan sebagai sumber belajar menggunakan buku-buku dengan huruf
Braille.
2. Alat
bantu pendengaran sebagai sumber belajar diantaranya talking books (buku
bicara), kaset (suara binatang), CD, kamus bicara
c. Alat Peraga.
Alat peraga tactual atau audio yaitu alat peraga yang
dapat diamati melalui perabaan atau pendengaran. Alat peraga tersebut antara
lain:
1. benda
asli : makanan, minuman, binatang peliharaan (kucing, ayam, ikan hias, dll)
tubuh anak itu sendiri, tumbuhan/tanaman, elektronik, kaset, dll.
2. benda
asli yang diawetkan : binatang liar/buas atau yang sulit di dapatkan,
3. benda
asli yang dikeringkan (herbarium, insektarium)
4. benda/model
tiruan; model kerangka manusia, model alat pernafasan, dll.
5. gambar timbul
sesuai dengan bentuk asli; grafik, diagram dll.
6. Gambar
timbul skematik; rangkaian listrik, denah, dll.
7. Peta
timbul; provinsi, pulau, negara, daratan, benua, dll.
8. Globe
timbul
9. Papan
baca
10. Papan paku
2. Bagi Low Vision
Alat bantu pendidikan dan peraga bagi anak low vision
dibagi tiga yaitu alat bantu optik dan non optik serta alat peraga.
a. Alat bantu optik antara lain:
1) kacamata
2) kacamata perbesaran
3) syand magnifier
4) hand magnifier
5) kombinasi
6) telescop
7) CCTV
b. Alat bantu non optik antara lain:
1) kertas bergaris tebal
2) spidol
3) spidol hitam
4) pensil hitam tebal
5) buku-buku dengan huruf yang diperbesar
6) penyangga buku
7) lampu meja
8) typoscope
9) tape recorder
10) bingkai untuk menulis
c. Alat peraga bagi anak low vision:
Alat peraga bagi anak low vision adalah alat peraga
visual, antara lain:
1. gambar-gambar
yang diperbesar.
2. benda
asli; makanan, minuman, binatang peliharaan (kucing, ayam, ikan hias, dll)
tubuh anak itu sendiri, tumbuhan/tanaman, elektronik, kaset, dll.
3. benda
asli yang diawetkan; binatang liar/buas atau yang sulit di dapatkan,
4. benda
asli yang dikeringkan (herbarium, insektarium)
5. benda/model
tiruan; model kerangka manusia, model alat pernafasan.
II.
SLB Tipe B
Karakteristik Anak Tuna Rungu
1. Dalam Aspek Akademik
Keterbatasan dalam kemampuan berbicara, berbahasa, dan
mendengar mengakibatkan anak tuna rungu cenderung memiliki prestasi yang rendah
dalam mata pelajaran yang bersifat verbal dan cenderung sama dalam mata
pelajaran yang bersifat non verbal dengan anak normal seusianya.
2. Dalam Aspek Sosial-Emosional
a. Pergaulannya terbatas dengan sesama tuna rungu, karena
mereka memiliki keterbatasan dalam kemampuan berkomunikasi
b. Sifatnya cenderung egois yang ditunjukkan dengan
sukarnya mereka menempatkan diri pada situasi berfikir dan perasaan orang lain,
sukarnya menyesuaikan diri
c. Perasaan takut terhadap lingkungan sekitar yang
menyebabkan mereka tergantung pada orang lain serta kurang percaya diri
d. Memiliki sifat polos
e. Cepat marah dan mudah tersinggung.
3. Dalam Aspek Fisik atau Kesehatannya
a. Jalannya kaku dan agak membungkuk
b. Gerak matanya lebih cepat
c. Gerakan tangannya cepat
d. Pernafasannya pendek
e. Dalam aspek kesehatan, pada umumnya sama dengan orang normal
lainnya.
Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar di SLB-B ini pada umumnya
adalah cara guru dalam menyampaikan materi harus ekspresif dan pelafalan bibir
guru harus jelas.
1. Media
Media yang digunakan dalam pembelajaran sama dengan sekolah
pada umumnya, namun ada media yang khusus digunakan dalam pembelajaran di SLB-B
ini, yaitu alat bantu dengar dan Kamus Besar Bahasa Isyarat.
2. Metode
Metode yang digunakan sama dengan sekolah pada umumnya,
namun ada metode yang khusus digunakan dalam pembelajaran di SLB-B ini, yaitu
metode percakapan dan metode bubbling atau pelafalan.
a. Metode Percakapan
Metode percakapan merupakan metode yang bertujuan untuk
melatih siswa agar mampu mengucapkan kata atau kalimat.
b. Metode Bubbling atau Pelafalan
Metode bubbling atau pelafalan merupakan metode yang
bertujuan untuk melatih siswa agar mampu memahami kata atau kalimat.
3. Insinstrumen Evaluasi
Instrumen evaluasi yang digunakan untuk mengevaluasi
pembelajaran yang ada di SLB-B ini sama dengan sekolah pada umumnya, yaitu
berupa soal-soal ujian baik berupa pilihan ganda, isian maupun uraian. Adapun
isi dari soal-soal tersebut tentunya disesuaikan dengan kurikulum yang
digunakan oleh SLB-B Sukapura ini.
4. Kendala-kendala
Kendala-kendala yang sering dirasakan oleh para staf
pengajar diantaranya adalah kesulitan dalam hal komunikasi dengan para peserta
didik, emosi anak yang sulit dikontrol, dan kendala dalam hal finansial.
Berhubung SLB-B ini merupakan sebuah yayasan maka biaya pendidikannya pun tidak
ditentukan jumlahnya hanya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi dari tiap orang
tua siswa. Namun menurut hasil observasi kami, SLB-B ini mendapatkan bantuan
operasional dari pemerintah.
Cara Berkomunikasi
1. Macam metode berkomunikasi
- Membaca ujaran (speech reading),
memahami percakapan dengan bunyi ujaran yang dapat
tertampak oleh bibir
- Belajar bahasa melalui pendengaran, memahami percakapan
dengan bantuan alat dengar.
- Belajar bahasa secara manual, memahami percakapan
secara manual seperti interaksi pada orang-orang normal disekitarnya.
2. Guru dengan Siswa
Komunikasi yang terjadi antara guru dengan siswa adalah
dengan menggunakan bahasa isyarat berupa gerakan-gerakan tangan yang memiliki
arti khusus dari tiap gerakannya.
3. Siswa dengan Siswa
Komunikasi yang terjadi antar siswa adalah dengan
menggunakan bahasa isyarat juga. Dan komunikasi ini bisa terjadi jika siswa
bertatap muka secara langsung dengan lawan bicaranya.
III.
SLB Tipe C
Khusus untuk
penderita cacat mental (tuna grahita) atau anak-anak yang mengalami retardasi
mental.
Salah satu gejala-gejala anak yang masuk dalam SLB-C ini
adalah :
- Tidak bisa bicara
- Tidak mendengar kalau dipanggil
- Berperilaku hiper aktif
Modifikasi perilaku perlu diberikan kepada anak retardasi
mental melalui terapi perilaku.
Dalam memberikan terapi perilaku pada anak retardasi
mental, seorang terapis harus memiliki sikap sebagaimana yang dipersyaratkan
dalam pendidikan humanistik, yaitu penerimaan secara hangat, antusias tinggi,
ketulusan dan kesungguhan, serta menaruh empati yang tinggi terhadap kondisi
anak retardasi mental. Jenis terapi perilaku yang diberikan kepada anak
retardasi mental yaitu melalui kegiatan bermain. Terapi permainan yang
diberikan yang memiliki muatan antara lain:
(1)setiap permainan hendaknya memiliki nilai terapi yang
berbeda;
(2) sosok permainan yang diberikan tidak terlalu sukar
untuk dicerna anak retardasi mental (Nilai terapi yang penting dalam
perkembangan anak retardasi mental yaitu
(1) pengembangan fungsi fisik, misalnya pernapasan,
peredaran darah, dan pencernaan makanan;
(2) pengembangan sensomotorik, melalui bermain dapat
melatih ketajaman penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan melatih
kemampuan gerak;
(3) pengembangan daya khayal, anak diberi kesempatan
untuk mampu menghayati makna kebebasan untuk pengembangan kreasinya;
(4) pembinaan pribadi, anak berlatih memperkuat kemauan,
memusatkan perhatian, mengembangkan keuletan, dan percaya diri;
(5) pengembangan sosialisasi, anak harus mampu menerima
kekalahan, menunggu giliran, setia dan jujur;
(6) pengembangan intelektual, dalam permainan yang
dilakukan, anak diberi kesempatan untuk mengaktualisasi kemampuannya melalui
ucapan atas apa yang dilihat dan didengar tentang permainan yang dilakukan.
SLB C1 adalah sekolah untuk anak-anak retardasi sedang.
Yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan pembelajaran
agar terjadi proses pembelajaran yang baik adalah :
1. Menciptakan lingkungan belajar
Lingkungan belajar meliputi lingkungan fisik dan
atmosfer.
a. Lingkungan fisik berupa pengaturan model tempat duduk
(bentuk tengah lingkaran untuk pembelajaran yang sifatnya pengembangan
sosialisasi). Penggunaan dan pemeliharaan fasilitas belajar (ukuran lemari dan
perabot lainnya harus dapat dijangkau oleh peserta didik dan dipelihara). Warna
yang digunakan tidak menyolok sehingga tidak mengganggu konsentrasi peserta
didik.
b. Lingkungan Atmosfer seperti suasana belajar, sikap
guru dalam melaksanakan pembelajaran seperti: menerapkan aturan, suasana guru
sehingga timbul suasana pembelajaran yang menyenangkan.
2. Memilih dan menentukan pendekatan, metode dan teknik
pembelajaran
a. Pendekatan
1. Pendekatan pembelajaran yang diindividualisasikan.
Maksudnya peserta didik belajar bersama-sama dalam satu
kelas dengan bidang studi atau tema yang sama dalam waktu yang sama tetapi
kedalaman dan keluasan materi pembelajarannya disesuaikan dengan kebutuhan atau
kemampuan tiap peserta didik.
2. Pendekatan skala perkembangan mental
Maksudnya pembelajaran pada anak tunagrahita berdasarkan
perkembangan usia mental atau usia kecerdasan, mengingat anak tunagrahita
mengalami hambatan kecerdasan.
3. Pendekatan multidimensi
Maksud dari pendekatan ini adalah suatu pendekatan yang
mengembangkan semua aspek dari individu (fisik, intelektual, sosial dan emosi).
Pendekatan ini memandang individu secara utuh. Oleh karena itu dalam sekali
mengajar harus dapat menyentuh pengembangan aspek-aspek dari individu tersebut.
b. Metode
Pada hakekatnya semua metode mengajar dapat digunakan
dalam proses pembelajaran anak tunagrahita, hanya saja bahwa penentuan metode
pembelajaran harus disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan anak tunagrahita.
Anak tunagrahita mengalami keterbatasan dalam berfikir abstrak sehingga mereka
membutuhkan metode pembelajaran yang banyak
menggunakan contoh, praktek dan berkorelasi dengan
kehidupannya sehari-hari. Oleh sebab itu perlu menggunakan beberapa metode
dengan menggunakan modifikasi atau penyesuaian-penyesuaian terhadap
ketunagrahitaan.
c. Teknik
Beberapa teknik pembelajaran yang digunakan dalam
pembelajaran anak tunagrahita, diantaranya :
1. Modifikasi tingkah laku
Melalui teknik ini diharapkan dapat mengurangi atau
menghilangkan tingkah laku yang tidak baik dan mengarah pada kepemilikan
tingkah laku yang diinginkan atau yang lazim dilakukan anggota masyarakat
umumnya. Modifikasi tingkah laku ini dapat dilakukan dengan memberikan
reinforcement yang berupa pujian, hadiah atau perbuatan.
2. Analisa tugas
Mengingat kecerdasan anak tunagrahita terbatas maka
mereka tidak dapat melalukan tugas yang sifatnya besar dan banyak. Karena itu
setiap materi pelajaran diuraikan atau dirinci menjadi bagian-bagian kecil.
d. Memilih sumber belajar
Penentuan sumber belajar dilakukan dengan memperhatikan
ciri materi pelajaran, karakteristik anak, dan keadaan lingkungan. Penilaian
sumber belajar yang memperhatikan ciri materi pelajaran sebaiknya dikaitkan
dengan pokok materi apa yang diajarkan. Pemilihan sumber belajar yang berkaitan
dengan karakteristik anak tunagrahita seperti tunagrahita hiperaktif, maka
penyusunan sumber belajar sebaiknya terstruktur/ teratur sehingga tidak
menimbulkan kebingungan atau kegelisahan.
IV.
SLB Tipe D
1. PENGERTIAN
ANAK TUNADAKSA
Anak
tunadaksa sering disebut dengan istilah anak cacat tubuh, cacat fisik, dan
cacat ortopedi. Istilah tunadaksa berasal dari kata “tuna” yang berarti rugi
atau kurang dan “daksa” yang berarti tubuh. Tuna daksa adalah anak yang
memiliki anggota tubuh yang tidak sempurna. Sedangkan istilah cacat tubuh dan
cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut anak cacat pada anggota tubuhnya, bukan
cacat indranya. Selanjutnya istilah cacat ortopedi terjemahan dari bahasa
Inggris orthopedically handicapped. Ortopedic mempunyai arti yang berhubungan
dengan otot, tulang, dan persendian. Dengan demikian, cacat ortopedi
kelainannya terletak akibat adanya kelainan yang terletak pada pusat pengatur
sistem otot, tulang dan persendian.
Anak
tuna daksa dapat didefinisikan sebagai penyandang bentuk kelainan atau
kecacatan pada sistem otot, tulang dan persendian yang dapat mengakibatkan
gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi, dan gangguan
perkembangan keutuhan pribadi. Salah satu definisi mengenai anak tuna daksa
menyatakan bahwa anak tunadaksa adalah anak penyandang cacat jasmani yang
terlihat pada kelainan bentuk tulang, otot, sendi maupun saraf-sarafnya.
Istilah tuna daksa maksudnya sama dengan istilah yang berkembang seperti :
cacat tubuh, tuna tubuh, tuna raga, cacat anggota badan, cacat orthopedic,
crippled, dan orthopedically handicapped.
2. KLASIFIKASI
ANAK TUNA DAKSA
Menurut
derajat kecacatannya, cerebral palsy diklasifikasikan menjadi :
1) ringan,
dengan ciri-ciri, yaitu dapat berjalan tanpa alat bantu, bicara jelas, dan
dapat menolong diri,
2) sedang,
dengan ciri-ciri : membutuhkan bantuan untuk latihan berbicara, berjalan,
mengurus diri, dan alat-alat khusus, seperti brace, dan
3) berat,
dengan cirri-ciri : membutuhkan perawatan tetap dalam ambulasi, bicara, dan
menolong diri.
Sedangkan menurut letak kelainan otak dan fungsi geraknya
cerebral palsy dibedakan atas :
(1) spastik, dengan ciri seperti terdapat kekakuan pada
sebagian atau seluruh ototnya,
(2) dyskenesia, yang meliputi a’hetosis (penderita memperlihatkan
gerak yang tidak terkontrol), rigid (kekakuan pada seluruh tubuh sehingga sulit
dibengkokkan), tremor (getaran kecil yang terus menerus pada mata, tangan atau
kepala),
(3) ataxia (adanya gangguan keseimbangan, jalannya
gontai, koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi, serta
(4) jenis campuran (seorang anak mempunyai kelainan dua
atau lebih dari tipe-tipe di atas).
Golongan anak tunadakasa berikut ini tidak mustahil akan
belajar bersama dengan anak normal dan banyak ditemukan pada kelas-kelas biasa.
Penggolongan anak tunadaksa dalam kelompok kelainan sistem otot dan rangka
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Poliomyelitis
Ini
merupakan suatu infeksi pada sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh virus
polio yang mengakibatkan kelumpuhan dan sifatnya menetap. Dilihat dari sel-sel
motorik yang rusak, kelumpuhan anak polio dapat dibedakan menjadi :
a. tipe
spinal, yaitu kelumpuhan atau kelumpuhan pada otot-otot leher, sekat dada,
tangan dan kaki
b. tipe
bulbeir, yaitu kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf tepi dengan
ditandai adanya gangguan pernapasan
c. tipe
bulbispinalis, yaitu gabungan antara tipe spinal dan bulbair
d. encephalitis
yang biasanya disertai dengan demam, kesadaran menurun, tremor, dan
kadang-kadang kejang
Kelumpuhan
pada Polio sifatnya layu dan biasanya tidak menyebabkan gangguan kecerdasan
atau alat-alat indra. Akibat penyakit Poliomyelitis adalah otot menjadi kecil
(atropi) karena kerusakan sel saraf, adanya kekakuan sendi (kontraktur),
pemendekan anggota gerak, tulang belakang melengkung ke salah satu sisi,
seperti huruf S (Scoliosis), kelainan telapak kaki yang membengkok ke luar atau
ke dalam, dislokasi ( sendi yang ke luar dari dudukannya), lutut melenting ke
belakang (genu recorvatum).
2. Mucle Distrophy
Jenis
penyakit yang mengakibatkan otot tidak berkembang karena mengalami kelumpuhan
yang sifatnya progresif dan simetris. Penyakit ini ada hubungannya dengan
keturunan.
3. Spina bifida
Merupakan
jenis kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan terbukanya satu atau 3
ruas tulang belakang dan tidak tertutupnya kembali selama proses perkembangan.
Akibatnya fungsi jaringan saraf terganggu dan dapat mengakibatkan kelumpuhan,
hydrocephalus, yaitu pembesaran pada kepala karena produksi cairan yang
berlebihan. Biasanya kasus ini disertai dengan ketuna grahitan.
3. PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN
Dalam
pelaksanaan pembelajaran akan dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan keterlaksanaannya, seperti berikut
1. Perencanaan
Kegiatan Belajar-Mengajar
Sehubungan
dengan perencanaan kegiatan pembelajaran bagi anak tuna daksa, Ronald L. Taylor
(1984) mengemukakan, apabila penyandang cacat menerima pelayanan pendidikan di
sekolah formal maka ia harus memperoleh pelayanan pendidikan yang di
individualisasikan. Dalam rangka mengembangkan program pendidikan yang di
individualisasikan, banyak informasi atau data yang diperlukan dan salah
satunya dihasilkan melalui asesmen. Adapun langkah-langkah utama dalam
merancang suatu program pendidikan individual (PPI) adalah sebagai berikut :
a. Membentuk
Tim Penilai Program Pendidikan yang di individualisasikan (TP31), yang mencakup
guru khusus, guru regular, diagnostician, kepala sekolah, orangtua, siswa,
serta personel lain yang diperlukan.
b. Menilai
kekuatan dan kelemahan serta minat siswa yang dapat dilakukan dengan asesmen.
c. Mengembangkan
tujuan-tujuan jangka panjang dan saran –saran jangka pendek.
d. Merancang
metode dan prosedur pencapaian tujuan.
e. Menentukan
metode dan evaluasi kemajuan.
2. Prinsip
Pembelajaran
Prinsip
Pembelajaran Ada beberapa prinsip utama dalam memberikan pendidikan pada anak
tuna daksa sebagai berikut :
a. Prinsip
multisensory (banyak indra)
Proses pendidikan anaka tuna daksa sedapat mungkin
memanfaatkan dan mengembangkan indra-indra yang ada dalam diri anak karena
banyak anak tuna daksa yang mengalami gangguan indra. Dengan pendekatan
multisensory, kelemahan pada indra lain dapat difungsikan sehingga dapat
membantu proses pemahaman.
b. Prinsip
Individualisasi
Individualisasi mengandung arti bahwa titik tolak layanan
pendidikan adalah kemampuan anak secara individu. Model layanan pendidikannya
dapat berbentuk klasikal dan individual. Dalam model klasikal, layanan
pendidikan diberikan pada kelompok individu yang cenderung memiliki kemampuan
yang hampir sama, dan bahan pelajaran yang diberikan pada masing-masing anak
sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.
3. Penataan
Lingkungan
Berhubungan
anak tuna daksa mengalami gangguan motorik maka dalam mengikuti pendidikan membutuhkan
perlengkapan khusus dalam lingkungan belajarnya. Gedung sekolah sebaiknya
dilengkapi ruangan atau sarana tertentu yang memungkinkan dapat mendukung
kelancaran kegiatan anak tuna daksa disekolah. Bangunan-bangunan gedung
sebaiknya dirancang dengan memprioritaskan 3 kemudahan, yaitu anak mudah keluar
masuk, mudah bergerak dalam ruangan, dan mudah mengadakan penyesuaian atau
segala sesuatu yang ada di ruangan itu mudah digunakan.
Beberapa kondisi khusus mengenai gedung adalah sebagai
berikut :
a. Macam-macam
ruangan khusus, seperti ruang poliklinik atau UKS untuk pemeriksaan dan
perawatan kesehatan anak, ruang untuk latihan bina gerak (physiotheraphy),
ruang untuk bina bicara (speech therapy), ruang untuk bina diri, terapi
okupasi, dan ruang bermain, serta lapangan.
b. Jalan
masuk menuju sekolah sebaiknya dibuat keras dan rata yang memungkinkan anak
tuna daksa yang memakai alat bantu ambulasi seperti kursi roda, tripor,brace,
kruk, dan lain-lain, dapat bergerak dengan aman.
c. Tangga
sebaiknya disediakan jalur lantai yang dibuat miring dan landai.
d. Lantai
bangunan baik di dalam dan di luar gedung sebaiknya dibuat dari bahan yang
tidak licin.
e. Pintu-pintu
ruangan sebaiknya lebih lebar dari pintu biasa dan daun pintunya dibuat
mengatup ke dalam.
f. Untuk menghubungkan bangunan atau kelas yang satu
dengan yang lain sebaiknya disediakan lorong (koridor) yang lebar dan ada
pegangan di tembok agar anak dapat mandiri berambulasi.
g. Pada
beberapa dinding lorong dapat dipasang cermin besar untuk digunakan anak
mengoreksi sendiri sikap atau posisi jalan yang salah.
h. Kamar
mandi atau kecil sebaiknya dekat dengan kelas-kelas agar anak mudah dan segera
dapat menjangkaunya.
i. Dipasang
WC duduk agar anak tidak perlu berjongkok pada waktu menggunakannya.
j. Kelas
sebaiknya dilengkapi dengan meja dan kursi yang konstruksinya disesuaikan
dengan kondisi kecacatan anak, misalnya tinggi meja kursi dapat disetel,
tanganan, dan sandaran kursi dimodifikasi, dan dipasang belt (sabuk) agar aman.
4. PERSONEL
Personel yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pendidikan
anaka tunadaksa adalah sebagai berikut :
1. Guru yang
berlatar belakang pendidikan luar biasa, khususnya pendidikan anak tuna daksa
2. Guru yang
memiliki keahlian khusus, misalnya keterampilan, kesenian
3. Guru
sekolah biasa
4. Dokter
umum
5. Dokter
ahli ortopedi
6. Neurolog
7. Ahli
terapi lainnya, seperti ahli terapi bicara, physiotherapist, dan bimbingan
konseling, serta orthotist prosthetist
5. BIMBINGAN
BELAJAR
Anak
Tuna daksa memerlukan bimbingan belajar membaca, menulis, dan berhitung. Ketiga
kemampuan dasar ini perlu memperoleh layanan sedini mungkin sesuai dengan
kebutuhan masing-masing anak, manakala telah memasuki program sekolah dasar.
6. Alat
Bantu untuk Tuna Daksa
Alat bantu
belajar/akademik
a. Kartu
abjad
Kita bias memperlihatkan warna pada bentuk abjad itu atau
memilih warna yang disukainya. Semisalnya abjad itu huruf “C” maka kita dapat
memberikan contoh dengan menjelaskan bentuk bulan sabit dan pada abjad tersebut
dengan warna yang bermacam-macam ataupun yang disukainya. Begitu juga dengan
huruf “O” maka kita dapat memeberi penjelasan dengan contoh bentuk suatu beola
dan bentuk-bentuk lingkaran.
b. Kartu kata
Kita bias mengenalkan anak dengan disajikannya gambar
wortel, apel, hewan-hewan yang bertuliskan dibawah gambar tersebut menurut
masing-masing gambar.
c. Kartu
kalimat
Kita dapat menggabungkan suatu objek yang beruba
gambar-gambar yang berisi tentang suatu kegiatan contohnya ibu sedang memasak,
orang yang sedang memancing. Nah, dari gambar-gambar itu dapat dijadikan suatu
kalimat dan disajikan kartu kalimatnya sebagai kunci jawabannya.
d. Torso
seluruh badan
e. Geometri
sharpe
f. Menara
gelang Yaitu anak dapat melatik gerakan
otot-otot secara
g. Menara
segetiga sederhana. Misalnya
keatas, kebawah, kesamping dan
h. Menara
segiempat ditingkatkan dengan gerakan yang menyenangkan
i. Papan
pasak dengan alat bantu berupa
mainan-mainan yaitu
Menara gelang, Menara segetiga, Menara segiempat, dan
Papan pasak.
j. Gelas
rasa
k. Botol aroma
l. Abacus
dan washer
m. Kotak
bilangan
Fungsi pembelajaran kotak bilangan untuk melatih
motoriknya dalam kognitif contohnya suatu bentuk-bentuk yang disetiap sisinya
ada bertuliskan angka-angka sehingga pengenalan angka itu akan lebih menarik.
V.
SLB Tipe E
Karateristik
1. Anak tunalaras, yang dimaksud disini adalah anak
yang mengalami hambatan/kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan
sosial, bertingkah laku menyimpang dari norma-norma yang berlaku dan dalam
kehidupan sehari-hari sering disebut anak nakal sehingga dapat meresahkan/
mengganggu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
2. Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras, adalah suatu lembaga pendidikan
yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus bagi anak tunalaras. Saat
ini penyelenggara pendidikan anak tunalaras ialah Departemen Pendidikan
Nasional, Departemen Kehakiman, Departemen Sosial, dan lembaga social atau
yayasan.
3. Pendidikan Terpadu, adalah sistem penyelenggaraan
program pendidikan bagi anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus,
termasuk tunalaras yang diselenggarakan bersama-sama anak normal di lembaga
pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum umum yang berlaku di lembaga
pendidikan yang bersangkutan. Adapun mata pelajaran yang tidak dapat
dilaksanakan oleh anak yang memerlukan layanan khusus tersebut diganti dengan
pelajaran lain yang dapat dilakukan oleh anak yang bersangkutan.
4. Kelas Khusus, adalah suatu bentuk pelayanan
pendidikan bagi anak yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus, termasuk anak
tunalaras melalui kelompok belajar di lembaga pendidikan umum dengan
menggunakan kurikulum umum yang berlaku di lembaga pendidikan yang
bersangkutan.
5. Guru Pembimbing Khusus/Guru Bantu, adalah guru khusus yang tertugas
di sekolah umum untuk memberikan bimbingan dan pelayanan kepada anak tunalaras
yang mengalami kesulitan dalam mengikuti pendidikan dan sosialisasi dalam
kehidupan sehari-hari di sekolah yang menyelenggarakan program Pendidikan
Terpadu bagi anak tunalaras.
Ciri ciri anak Tuna Laras
Menurut jenis gangguan atau hambatan
a. Gangguan Emosi
Anak tunalaras yang mengalami
hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis perbuatan, yaitu:
senang-sedih, lambat cepat marah, dan releks-tertekan.
Secara umum emosinya menunjukkan sedih, cepat tersinggung atau marah, rasa
tertekandan merasa cemas
Gangguan atau hambatan terutama
tertuju pada keadaan dalam dirinya. Macam-macam gejala hambatan emosi, yaitu:
·
Gentar, yaitu suatu reaksi terhadap suatu ancaman yang tidak
disadari, misalnya ketakutan yang kurang jelas obyeknya.
·
Takut, yaitu rekasi kurang senang terhadap macam benda,
mahluk, keadaan atau waktu tertentu. Pada umumnya anak merasa takut terhadap
hantu, monyet, tengkorak, dan sebagainya.
·
Gugup nervous, yaitu rasa cemas yang tampak dalam
perbuatan-perbuatan aneh. Gerakan pada mulut seperti meyedot jari, gigit jari
dan menjulurkan lidah. Gerakan aneh sekitar
·
·
·
hidung, seperti mencukil hidung, mengusap-usap atau
menghisutkan hidung. Gerakan sekitar jari seperti mencukil kuku, melilit-lilit
tangan atau mengepalkan jari. Gerakan sekitar rambut seperti, mengusap-usap
rambut, mencabuti atau mencakar rambut.
Demikian pula gerakan-gerakan seperti menggosok-menggosok, mengedip-ngedip mata
dan mengrinyitkan muka, dan sebagainya.
·
Sikap iri hati yang selalu merasa kurang senang apabila
orang lain memperoleh keuntungan dan kebahagiaan.
·
Perusak, yaitu memperlakukan bedan-benda di sekitarnya
menjadi hancur dan tidak berfungsi.
·
Malu, yaitu sikap yang kurang matang dalam menghadapi
tuntunan kehidupan. Mereka kurang berang menghadapi kenyataan pergaulan.
7) Rendah diri, yaitu sering minder yang mengakibatkan tindakannya melanggar
hukum karena perasaan tertekan.
b. Gangguan Sosial
Anak ini mengalami gangguan atau
merasa kurang senang menghadapi pergaulan. Mereka tidak dapat menyesuaikan diri
dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan itu adalah seperti sikap
bermusuhan, agresip, bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, keras kepala,
menentang menghina orang lain, berkelahi, merusak milik orang lain dan
sebagainya. Perbuatan mereka terutama sangat mengganggu ketenteraman dan
kebahagiaan orang lain.
Beberapa data tentang anak tunalaras
dengan gangguan sosial antara lain adalah:
·
Mereka datang dari keluarga pecah (broken home) atau yang
sering kena marah karena kurang diterima oleh keluarganya.
·
Biasa dari kelas sosial rendah berdasarkan kelas-kelas
sosial.
·
Anak yang mengalami konflik kebudayaan yaitu, perbedaan
pandangan hidup antara kehidupan sekolah dan kebiasaan pada keluarga.
·
Anak berkecerdasan rendah atau yang kurang dapat mengikuti
kemajuan pelajaran sekolah.
·
Pengaruh dari kawan sekelompok yang tingkah lakunya tercela
dalam masyarakat.
·
Dari keluarga miskin.
·
Dari keluarga yang kurang harmonis sehingga hubungan kasih
sayang dan batin umumnya bersifat perkara.
Salah satu contoh, kita sering
mendengar anak delinkwensi. Sebenarnya anak delinkwensi merupakan salah satu
bagian anak tunalaras dengan gangguan karena social perbuatannya menimbulkan
kegocangan ketidak bahagiaan/ketidak tentraman bagi masyarakat. Perbuatannya
termasuk pelanggaran hukum seperti perbuatan mencuri, menipu, menganiaya,
membunuh, mengeroyok, menodong, mengisap ganja, anak kecanduan narkotika, dan
sebagainya.
2. Klasifikasi berat-ringannya
kenakalan
Ada beberapa kriteria yang dapat
dijadikan pedoman untuk menetapkan berat ringan kriteria itu adalah:
1. Besar kecilnya gangguan emosi,
artinya semikin tinggi memiliki perasaan negative terhadap orang lain. Makin
dalam rasa negative semakin berat tingkat kenakalan anak tersebut.
2. Frekwensi tindakan, artinya
frekwensi tindakan semakin sering dan tidak menunjukkan penyesalan terhadap
perbuatan yang kurang baik semakin berat kenakalannya.
3. Berat ringannya
pelanggaran/kejahatan yang dilakukan dapat diketahui dari sanksi hukum.
4. Tempat/situasi kenalakan yang
dilakukan artinya Anak berani berbuat kenakalan di masyarakat sudah menunjukkan
berat, dibandingkan dengan apabila di rumah.
5. Mudah sukarnya dipengaruhi untk
bertingkah laku baik. Para pendidikan atau orang tua dapat mengetahui sejauh
mana dengan segala cara memperbaiki anak. Anak “bandel” dan “keras kepala”
sukar mengikuti petunjuk termasuk kelompok berat.
6. Tunggal atau ganda ketunaan yang
dialami. Apabila seorang anak tunalaras juga mempunyai ketunaan lain maka dia
termasuk golongan berat dalam pembinaannya.
Metode
pembelajaran
Untuk menjamin kesesuaian program
pendidikan luar biasa tunalaras dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan,
kemampuan peserta didik tunalaras serta efektivitas dan efesiensi,
penyelenggaraan pendidikan luar biasa tunalaras dapat memilih pola-pola berikut
:
1. Pendidikan Luar Biasa tunalaras
merupakan gabungan semua satuan pendidikan. Menurut pola ini, hanya terdapat
satu bentuk yang menyelenggarakan semua satuan pendidikan sesuai dengan keadaan
dan kebutuhan lingkungan.
2. Pendidikan Luar Biasa tunalaras
dibagi menurut satuan pendidikan. menurut pola ini terdapat 3 (tiga) bentuk
yaitu SDLB, SLTPLB dan SMLB yang masing-masing disesuaikan dengan keadaan dan
kebutuhan lingkungan.
Penyelenggaraan pendidikan bagi peserta didik tunalaras yang memiliki
kecerdasan normal dapat dilaksanakan bersama dengan anak normal melalui
pendidikan terpadu dan atau kelas khusus.
Program Bidang Pengajaran
Isi program bidang pengajaran pada
prinsipnya sama dengan sekolah reguler. Mengingat kondisi anak tunalaras pada
umumnya malas untuk belajar, maka sifat pengajaran kepada mereka juga bersifat
penyuluhan atau yang disebut remedial teaching. Remedial teaching maksudnya
membantu murid dalam kesulitan belajar.
Sistem pengajaran bersifat klasikal. Ada kemungkinan dalam satu kelas terdiri
dari beberapa anak yang mengikuti program pengajaran secara berbeda-beda.
Jumlah murid tiap-tiap kelas sekurang-kurangnya tiga orang dan
sebanyak-banyaknya 12 orang.
Banyak sedikitnya jumlah murid tiap
kelas ditentukan oleh:
a. Faktor kecakapan guru melayani
individu.
b. Makin muda usia makin kecil jumlahnya.
c. Ambang perbedaan umur tidak besar.
d. Fasilitas ruangan.
Para guru di sekolah bagi anak
tunalaras perlu memahami teknik diagnosik kesulitan belajar, kemudian cara
membimbing disesuaikan dengan bakat dan kemampuan tiap-tiap murid.
2. Program Bimbingan Penyuluhan
Program-program ditawarkan dalam
bimbingan dan penyuluhan antara lain :
1. Program bimbingan penyuluhan suasana
hidup keagamaan di asrama.
2. Program keterampilan.
3. Program belajar di sekolah reguler
(terpadu dan atau kelas khusus).
4. Program bimbingan kesenian.
5. Program kembali ke orangtua.
6. Program kembali ke masyarakat.
7. Program bimbingan kepramukaan
VI.
SLB Tipe G
Pengertian
dan Karakteristik Anak Tunaganda
Yang disebut anak tunaganda adalah anak
yang memiliki kombinasi kelainan (baik dua jenis kelainan atau lebih) yang menyebabkan
adanya masalah pendidikan yang serius ,sehingga dia tidak hanya dapat diatas
dengan suatu program pendidikan khusus untuk satu kelainan saja, melaiankan
harus didekati dengan variasi program pendidikan sesuai kelainan yang dimiliki.
Anak tunaganda biasanya menunjukkan
fenomena-fenomena perlaku di antaranya :
1. Kurang komunikasi atau sama sekali tidak
dapat berkomunikasi.
2. Perkembangan motorik dan fisiknya terlambat.
3. Seringkali menunjukkan perilaku yang aneh dan
tidak bertujuan.
4. Kurang dalam keterampilan menolong diri
sendiri.
5. Jarang berperilaku dan berinteraksi yang
sifatnya konstruktif.
6. Kecenderungan lupa akan keterampilan
keterampilan yang sudah dikuasai.
7. Memiliki masalah dalam mengeneralisasikan keterampilan
keterampialan dari suatu situasi ke situasi lainnya.
Klasifikasi anak Tunaganda
Pada dasarnya ada beberapa kombinasi
kelaianan, di antaranya:
1. Kelainan utamanya tunagrahita.
Gabungannya dapat tunagrahita atau tunanetra.
Gabungan dengan tunanetrainilah yang dipandang paling berat cara menanganinya.
2. Kelainan utamanya tunarungu.
Gabungannya dapat tunagrahita atau
tunanetra. Gabungan dengan tunanetra inilah yang dipandang paling berat cara
menanganinya.
3. kelainan utamanya tunanetra.
Gabungannya dapat berwujud tunalaras,
tunarungu, dan kelainan yang
4. Kelainanan utamanya tunadaksa.
Gabungannya dapat berwujud tunagrahita,
tunanetra, tunarungu, gayaemosi, dan kelainan lain.
5. Kelainan utamanya tunalaras.
Gabungannya dapat berwujud austisme dan
pendengaran.
6. Kombinasi kelainan lain
Metode pengajaran
Program-program pendidikan bagi anak
tunaganda semakin dikembangkan untuk anak usia
sedini mungkin.setidak-tidaknya program pendidikan lebih diorientasikan untuk
meninmgkatkan kemandirian anak.untuk menjaga efekvitas program pendidikan,maka
program seharusnya mengakes empat bidang utama, yaitu bidang domestik,
rekreasional, ,kemasyarakatan, dan vokasional.Hasil asesmen ini mungkinkan
dapat membantu dalam merumuskan tujuan yang lebih fungsional.Sementara itu
dengan pengajaran seharusnya mencakup,di antaranya:ekspresi pilihan,
komunikasi,pengembangan keterampilan fungsional,dan latihan keterampilan sosial
sesuai dengan usianya,menyadari akan kondisi obyektif anak anak tunaganda,maka
pendekatan multidipliner adalah penting.Oleh karena itu orang-orang yang sesuai
dalam mengatasi anak tunaganda,seperti terapis bicara dan bahasa,terapis
bicara dan bahasa,terapi fisik dan okupasional
seharusnya bekerjasama dengan guru guru kelas,guru-guru khusus dan
orangtua,karena perlajuan yg lebih cocok untuk
mengatasi anak-anak tunaganda berkenaan dengan masalah
ketererampilan adalah memberikan layanan yang terbaik daripada yang diberikan
ditempat terapi yang terpisah.Untuk dapat menjamin kemandirian menjamin
kemandirian anak tunaganda dalam proses pembelajaran perlu didukung dengan
penataan kelas yang sesuai,alat bantu dalam meningkatan keterampilan
fungsionalnya.
Integrasi dengan anak seusia merupakan komponen
lainnya yg penting.menghadirin sekolah regular dan berpartisipasi dalam
kegiatan yg sama dengan anak-anak normal adalah penting untuk pengembangkan
keterampilan sosial dan persahabatan,di samping dapat mendorong adanya
perubahan sikap yg lebih positif.