Kamis, 16 Mei 2013

PABK


TUGAS
MATA KULIAH PSIKOLOGI PEDIDIKAN
 
 
I.                  SLB Tipe A
Model Pendidikan
a. Pendidikan Khusus (SLB)
SLB adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
1) Sekolah Luar Biasa (SLB) Tunanetra; yaitu sekolah yang hanya memberikan pelayanan pendidikan kepada anak tunanetra.
2) Sekolah Dasar Luar Biasa; yaitu sekolah yang menyelenggarakan pendidikan khusus, dengan bermacam jenis kelainan yaitu tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa.
b. Pendidikan Terpadu
Pendidikan Terpadu ialah model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus yang diselenggarakan bersama-sama dengan anak normal dalam satuan pendidikan yang bersangkutan di sekolah reguler (SD,SMP, SMA dan SMK) dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan (Kepmendikbud No. 002/U/1986).
Dalam pendidikan terpadu harus disiapkan:
1) Seorang guru Pembimbing Khusus (Guru PLB)
2) Sebuah ruangan khusus yang dilengkapi dengan alat pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus . Ruangan khusus ini dibuat dengan tujuan apabila anak yang berkebutuhan khusus tersebut mengalami kesulitan di dalam kelas, maka ia dibawa ke ruang khusus untuk diberi pelayanan dan bimbingan oleh guru Pembimbing Khusus. Bimbingan ini dapat berupa:
(a) bantuan untuk lebih memahami dan menguasai materi pelajaran, dengan menggunakan alat bantu atau alat peraga,
(b) pengayaan agar ketika anak belajar di kelas bersama anak lainnya anak tunanetra sudah siap menerima materi pelajaran,
(c) rehabilitasi sosial bagi anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan dalam bergaul dengan teman sebayanya.
c. Guru Kunjung
Di dalam sistem Pendidikan Luar Biasa terdapat sebuah model pelayanan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus yaitu dengan model Guru Kunjung.
Model guru kunjung ini dilakukan dalam upaya pemerataan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus usia sekolah. Oleh karena sesuatu hal, anak tsb tidak dapat belajar di sekolah khusus atau sekolah lainnya, seperti:
1) Tempat tinggal yang sulit dijangkau akibat dari kemampuan mobilitas yang terbatas
2) Jarak sekolah dan rumah terlalu jauh
3) Kondisi anak tunanetra yang tidak memungkinkan untuk berjalan.
4) Menderita penyakit yang berkepanjangan
5) Dll.
Pelayanan pendidikan dengan model guru kunjung ini bisa dilaksanakan di beberapa tempat, diantaranya;
1) Rumah anak tunanetra sendiri
2) Pada sebuah tempat yang dapat menampung beberapa anak tunanetra
3) Rumah sakit
4) Dll.
Kurikulum yang digunakan pada model guru kunjung adalah kurikulum PLB, kemudian dikembangkan kepada program pendidikan individual yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing anak.
d. Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif adalah pendidikan reguler yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang memerlukan pendidikan khusus pada sekolah reguler dalam satu kesatuan yang sistemik.
Berdasarkan Keputusan Mendikbud No. 0491/U/1992, anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus seperti tunanetra dapat belajar secara terpadu dengan anak sebaya lainnya dalam satu sistem pendidikan yang sama. Layanan pendidikan di dalam pendidikan inklusif memperhatikan:
1.         Kebutuhan dan kemampuan siswa
2.         Satu sekolah untuk semua
3.         Tempat pembelajaran yang sama bagi semua siswa
4.         Pembelajaran didasarkan kepada hasil assessment
5.         Tersedianya aksesibilitas yang sesuai dengan kebutuhan siswa, sehingga siswa merasa aman dan nyaman.
6.         Lingkungan kelas yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa
7.         Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang fleksibel, yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa.
ALAT PENDIDIKAN
1. Bagi Tunanetra
Alat pendidikan bagi tunanetra dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu alat pendidikan khusus, alat bantu dan alat peraga.
a. Alat pendidikan khusus anak tunanetra antara lain:
1) reglet dan pena,
2) mesin tik Braille,
3) computer dengan program Braille,
4) printer Braille,
5) abacus,
6) calculator bicara,
7) kertas braille,
8) penggaris Braille,
9) kompas bicara.
b. Alat Bantu
Alat bantu pendidikan bagi anak tunanetra sebaiknya menggunakan materi perabaan dan pendengaran.
1.         Alat bantu perabaan sebagai sumber belajar menggunakan buku-buku dengan huruf Braille.
2.         Alat bantu pendengaran sebagai sumber belajar diantaranya talking books (buku bicara), kaset (suara binatang), CD, kamus bicara
c. Alat Peraga.
Alat peraga tactual atau audio yaitu alat peraga yang dapat diamati melalui perabaan atau pendengaran. Alat peraga tersebut antara lain:
1.         benda asli : makanan, minuman, binatang peliharaan (kucing, ayam, ikan hias, dll) tubuh anak itu sendiri, tumbuhan/tanaman, elektronik, kaset, dll.
2.         benda asli yang diawetkan : binatang liar/buas atau yang sulit di dapatkan,
3.         benda asli yang dikeringkan (herbarium, insektarium)
4.         benda/model tiruan; model kerangka manusia, model alat pernafasan, dll.
5.         gambar timbul sesuai dengan bentuk asli; grafik, diagram dll.
6.         Gambar timbul skematik; rangkaian listrik, denah, dll.
7.         Peta timbul; provinsi, pulau, negara, daratan, benua, dll.
8.         Globe timbul
9.         Papan baca
10.       Papan paku
2. Bagi Low Vision
Alat bantu pendidikan dan peraga bagi anak low vision dibagi tiga yaitu alat bantu optik dan non optik serta alat peraga.
a. Alat bantu optik antara lain:
1) kacamata
2) kacamata perbesaran
3) syand magnifier
4) hand magnifier
5) kombinasi
6) telescop
7) CCTV
b. Alat bantu non optik antara lain:
1) kertas bergaris tebal
2) spidol
3) spidol hitam
4) pensil hitam tebal
5) buku-buku dengan huruf yang diperbesar
6) penyangga buku
7) lampu meja
8) typoscope
9) tape recorder
10) bingkai untuk menulis
c. Alat peraga bagi anak low vision:
Alat peraga bagi anak low vision adalah alat peraga visual, antara lain:
1.         gambar-gambar yang diperbesar.
2.         benda asli; makanan, minuman, binatang peliharaan (kucing, ayam, ikan hias, dll) tubuh anak itu sendiri, tumbuhan/tanaman, elektronik, kaset, dll.
3.         benda asli yang diawetkan; binatang liar/buas atau yang sulit di dapatkan,
4.         benda asli yang dikeringkan (herbarium, insektarium)
5.         benda/model tiruan; model kerangka manusia, model alat pernafasan.









II.               SLB Tipe B
Karakteristik Anak Tuna Rungu
1. Dalam Aspek Akademik
Keterbatasan dalam kemampuan berbicara, berbahasa, dan mendengar mengakibatkan anak tuna rungu cenderung memiliki prestasi yang rendah dalam mata pelajaran yang bersifat verbal dan cenderung sama dalam mata pelajaran yang bersifat non verbal dengan anak normal seusianya.
2. Dalam Aspek Sosial-Emosional
a. Pergaulannya terbatas dengan sesama tuna rungu, karena mereka memiliki keterbatasan dalam kemampuan berkomunikasi
b. Sifatnya cenderung egois yang ditunjukkan dengan sukarnya mereka menempatkan diri pada situasi berfikir dan perasaan orang lain, sukarnya menyesuaikan diri
c. Perasaan takut terhadap lingkungan sekitar yang menyebabkan mereka tergantung pada orang lain serta kurang percaya diri
d. Memiliki sifat polos
e. Cepat marah dan mudah tersinggung.
3. Dalam Aspek Fisik atau Kesehatannya
a. Jalannya kaku dan agak membungkuk
b. Gerak matanya lebih cepat
c. Gerakan tangannya cepat
d. Pernafasannya pendek
e. Dalam aspek kesehatan, pada umumnya sama dengan orang normal lainnya.
Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar di SLB-B ini pada umumnya adalah cara guru dalam menyampaikan materi harus ekspresif dan pelafalan bibir guru harus jelas.
1. Media
Media yang digunakan dalam pembelajaran sama dengan sekolah pada umumnya, namun ada media yang khusus digunakan dalam pembelajaran di SLB-B ini, yaitu alat bantu dengar dan Kamus Besar Bahasa Isyarat.
2. Metode
Metode yang digunakan sama dengan sekolah pada umumnya, namun ada metode yang khusus digunakan dalam pembelajaran di SLB-B ini, yaitu metode percakapan dan metode bubbling atau pelafalan.
a. Metode Percakapan
Metode percakapan merupakan metode yang bertujuan untuk melatih siswa agar mampu mengucapkan kata atau kalimat.
b. Metode Bubbling atau Pelafalan
Metode bubbling atau pelafalan merupakan metode yang bertujuan untuk melatih siswa agar mampu memahami kata atau kalimat.
3. Insinstrumen Evaluasi
Instrumen evaluasi yang digunakan untuk mengevaluasi pembelajaran yang ada di SLB-B ini sama dengan sekolah pada umumnya, yaitu berupa soal-soal ujian baik berupa pilihan ganda, isian maupun uraian. Adapun isi dari soal-soal tersebut tentunya disesuaikan dengan kurikulum yang digunakan oleh SLB-B Sukapura ini.
4. Kendala-kendala
Kendala-kendala yang sering dirasakan oleh para staf pengajar diantaranya adalah kesulitan dalam hal komunikasi dengan para peserta didik, emosi anak yang sulit dikontrol, dan kendala dalam hal finansial. Berhubung SLB-B ini merupakan sebuah yayasan maka biaya pendidikannya pun tidak ditentukan jumlahnya hanya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi dari tiap orang tua siswa. Namun menurut hasil observasi kami, SLB-B ini mendapatkan bantuan operasional dari pemerintah.
Cara Berkomunikasi
1. Macam metode berkomunikasi
- Membaca ujaran (speech reading),
memahami percakapan dengan bunyi ujaran yang dapat tertampak oleh bibir
- Belajar bahasa melalui pendengaran, memahami percakapan dengan bantuan alat dengar.
- Belajar bahasa secara manual, memahami percakapan secara manual seperti interaksi pada orang-orang normal disekitarnya.
2. Guru dengan Siswa
Komunikasi yang terjadi antara guru dengan siswa adalah dengan menggunakan bahasa isyarat berupa gerakan-gerakan tangan yang memiliki arti khusus dari tiap gerakannya.
3. Siswa dengan Siswa
Komunikasi yang terjadi antar siswa adalah dengan menggunakan bahasa isyarat juga. Dan komunikasi ini bisa terjadi jika siswa bertatap muka secara langsung dengan lawan bicaranya.







III.           SLB Tipe C
 Khusus untuk penderita cacat mental (tuna grahita) atau anak-anak yang mengalami retardasi mental.

Salah satu gejala-gejala anak yang masuk dalam SLB-C ini adalah :
- Tidak bisa bicara
- Tidak mendengar kalau dipanggil
- Berperilaku hiper aktif

Modifikasi perilaku perlu diberikan kepada anak retardasi mental melalui terapi perilaku.
Dalam memberikan terapi perilaku pada anak retardasi mental, seorang terapis harus memiliki sikap sebagaimana yang dipersyaratkan dalam pendidikan humanistik, yaitu penerimaan secara hangat, antusias tinggi, ketulusan dan kesungguhan, serta menaruh empati yang tinggi terhadap kondisi anak retardasi mental. Jenis terapi perilaku yang diberikan kepada anak retardasi mental yaitu melalui kegiatan bermain. Terapi permainan yang diberikan yang memiliki muatan antara lain:
(1)setiap permainan hendaknya memiliki nilai terapi yang berbeda;
(2) sosok permainan yang diberikan tidak terlalu sukar untuk dicerna anak retardasi mental (Nilai terapi yang penting dalam perkembangan anak retardasi mental yaitu
(1) pengembangan fungsi fisik, misalnya pernapasan, peredaran darah, dan pencernaan makanan;
(2) pengembangan sensomotorik, melalui bermain dapat melatih ketajaman penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan melatih kemampuan gerak;
(3) pengembangan daya khayal, anak diberi kesempatan untuk mampu menghayati makna kebebasan untuk pengembangan kreasinya;
(4) pembinaan pribadi, anak berlatih memperkuat kemauan, memusatkan perhatian, mengembangkan keuletan, dan percaya diri;
(5) pengembangan sosialisasi, anak harus mampu menerima kekalahan, menunggu giliran, setia dan jujur;
(6) pengembangan intelektual, dalam permainan yang dilakukan, anak diberi kesempatan untuk mengaktualisasi kemampuannya melalui ucapan atas apa yang dilihat dan didengar tentang permainan yang dilakukan. 
SLB C1 adalah sekolah untuk anak-anak retardasi sedang.
Yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan pembelajaran agar terjadi proses pembelajaran yang baik adalah :
1. Menciptakan lingkungan belajar
Lingkungan belajar meliputi lingkungan fisik dan atmosfer.
a. Lingkungan fisik berupa pengaturan model tempat duduk (bentuk tengah lingkaran untuk pembelajaran yang sifatnya pengembangan sosialisasi). Penggunaan dan pemeliharaan fasilitas belajar (ukuran lemari dan perabot lainnya harus dapat dijangkau oleh peserta didik dan dipelihara). Warna yang digunakan tidak menyolok sehingga tidak mengganggu konsentrasi peserta didik.
b. Lingkungan Atmosfer seperti suasana belajar, sikap guru dalam melaksanakan pembelajaran seperti: menerapkan aturan, suasana guru sehingga timbul suasana pembelajaran yang menyenangkan.
2. Memilih dan menentukan pendekatan, metode dan teknik pembelajaran
a. Pendekatan
1. Pendekatan pembelajaran yang diindividualisasikan.
Maksudnya peserta didik belajar bersama-sama dalam satu kelas dengan bidang studi atau tema yang sama dalam waktu yang sama tetapi kedalaman dan keluasan materi pembelajarannya disesuaikan dengan kebutuhan atau kemampuan tiap peserta didik.
2. Pendekatan skala perkembangan mental
Maksudnya pembelajaran pada anak tunagrahita berdasarkan perkembangan usia mental atau usia kecerdasan, mengingat anak tunagrahita mengalami hambatan kecerdasan.
3. Pendekatan multidimensi
Maksud dari pendekatan ini adalah suatu pendekatan yang mengembangkan semua aspek dari individu (fisik, intelektual, sosial dan emosi). Pendekatan ini memandang individu secara utuh. Oleh karena itu dalam sekali mengajar harus dapat menyentuh pengembangan aspek-aspek dari individu tersebut.
 b. Metode
Pada hakekatnya semua metode mengajar dapat digunakan dalam proses pembelajaran anak tunagrahita, hanya saja bahwa penentuan metode pembelajaran harus disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan anak tunagrahita. Anak tunagrahita mengalami keterbatasan dalam berfikir abstrak sehingga mereka membutuhkan metode pembelajaran yang banyak
menggunakan contoh, praktek dan berkorelasi dengan kehidupannya sehari-hari. Oleh sebab itu perlu menggunakan beberapa metode dengan menggunakan modifikasi atau penyesuaian-penyesuaian terhadap ketunagrahitaan.
c. Teknik
Beberapa teknik pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran anak tunagrahita, diantaranya :
1. Modifikasi tingkah laku
Melalui teknik ini diharapkan dapat mengurangi atau menghilangkan tingkah laku yang tidak baik dan mengarah pada kepemilikan tingkah laku yang diinginkan atau yang lazim dilakukan anggota masyarakat umumnya. Modifikasi tingkah laku ini dapat dilakukan dengan memberikan reinforcement yang berupa pujian, hadiah atau perbuatan.
2. Analisa tugas
Mengingat kecerdasan anak tunagrahita terbatas maka mereka tidak dapat melalukan tugas yang sifatnya besar dan banyak. Karena itu setiap materi pelajaran diuraikan atau dirinci menjadi bagian-bagian kecil.
d. Memilih sumber belajar
Penentuan sumber belajar dilakukan dengan memperhatikan ciri materi pelajaran, karakteristik anak, dan keadaan lingkungan. Penilaian sumber belajar yang memperhatikan ciri materi pelajaran sebaiknya dikaitkan dengan pokok materi apa yang diajarkan. Pemilihan sumber belajar yang berkaitan dengan karakteristik anak tunagrahita seperti tunagrahita hiperaktif, maka penyusunan sumber belajar sebaiknya terstruktur/ teratur sehingga tidak menimbulkan kebingungan atau kegelisahan.











IV.           SLB Tipe D
1.         PENGERTIAN ANAK TUNADAKSA
            Anak tunadaksa sering disebut dengan istilah anak cacat tubuh, cacat fisik, dan cacat ortopedi. Istilah tunadaksa berasal dari kata “tuna” yang berarti rugi atau kurang dan “daksa” yang berarti tubuh. Tuna daksa adalah anak yang memiliki anggota tubuh yang tidak sempurna. Sedangkan istilah cacat tubuh dan cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut anak cacat pada anggota tubuhnya, bukan cacat indranya. Selanjutnya istilah cacat ortopedi terjemahan dari bahasa Inggris orthopedically handicapped. Ortopedic mempunyai arti yang berhubungan dengan otot, tulang, dan persendian. Dengan demikian, cacat ortopedi kelainannya terletak akibat adanya kelainan yang terletak pada pusat pengatur sistem otot, tulang dan persendian.
            Anak tuna daksa dapat didefinisikan sebagai penyandang bentuk kelainan atau kecacatan pada sistem otot, tulang dan persendian yang dapat mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi, dan gangguan perkembangan keutuhan pribadi. Salah satu definisi mengenai anak tuna daksa menyatakan bahwa anak tunadaksa adalah anak penyandang cacat jasmani yang terlihat pada kelainan bentuk tulang, otot, sendi maupun saraf-sarafnya. Istilah tuna daksa maksudnya sama dengan istilah yang berkembang seperti : cacat tubuh, tuna tubuh, tuna raga, cacat anggota badan, cacat orthopedic, crippled, dan orthopedically handicapped.

2.         KLASIFIKASI ANAK TUNA DAKSA
            Menurut derajat kecacatannya, cerebral palsy diklasifikasikan menjadi :
1)      ringan, dengan ciri-ciri, yaitu dapat berjalan tanpa alat bantu, bicara jelas, dan dapat menolong diri,
2)      sedang, dengan ciri-ciri : membutuhkan bantuan untuk latihan berbicara, berjalan, mengurus diri, dan alat-alat khusus, seperti brace, dan
3)      berat, dengan cirri-ciri : membutuhkan perawatan tetap dalam ambulasi, bicara, dan menolong diri.

Sedangkan menurut letak kelainan otak dan fungsi geraknya cerebral palsy dibedakan atas :
(1) spastik, dengan ciri seperti terdapat kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya,
(2) dyskenesia, yang meliputi a’hetosis (penderita memperlihatkan gerak yang tidak terkontrol), rigid (kekakuan pada seluruh tubuh sehingga sulit dibengkokkan), tremor (getaran kecil yang terus menerus pada mata, tangan atau kepala),
(3) ataxia (adanya gangguan keseimbangan, jalannya gontai, koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi, serta
(4) jenis campuran (seorang anak mempunyai kelainan dua atau lebih dari tipe-tipe di atas).

Golongan anak tunadakasa berikut ini tidak mustahil akan belajar bersama dengan anak normal dan banyak ditemukan pada kelas-kelas biasa. Penggolongan anak tunadaksa dalam kelompok kelainan sistem otot dan rangka tersebut adalah sebagai berikut :
1. Poliomyelitis
            Ini merupakan suatu infeksi pada sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh virus polio yang mengakibatkan kelumpuhan dan sifatnya menetap. Dilihat dari sel-sel motorik yang rusak, kelumpuhan anak polio dapat dibedakan menjadi :
a.         tipe spinal, yaitu kelumpuhan atau kelumpuhan pada otot-otot leher, sekat dada, tangan dan kaki
b.         tipe bulbeir, yaitu kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf tepi dengan ditandai adanya gangguan pernapasan
c.         tipe bulbispinalis, yaitu gabungan antara tipe spinal dan bulbair
d.         encephalitis yang biasanya disertai dengan demam, kesadaran menurun, tremor, dan kadang-kadang kejang
                        Kelumpuhan pada Polio sifatnya layu dan biasanya tidak menyebabkan gangguan kecerdasan atau alat-alat indra. Akibat penyakit Poliomyelitis adalah otot menjadi kecil (atropi) karena kerusakan sel saraf, adanya kekakuan sendi (kontraktur), pemendekan anggota gerak, tulang belakang melengkung ke salah satu sisi, seperti huruf S (Scoliosis), kelainan telapak kaki yang membengkok ke luar atau ke dalam, dislokasi ( sendi yang ke luar dari dudukannya), lutut melenting ke belakang (genu recorvatum).
2. Mucle Distrophy
                        Jenis penyakit yang mengakibatkan otot tidak berkembang karena mengalami kelumpuhan yang sifatnya progresif dan simetris. Penyakit ini ada hubungannya dengan keturunan.
3. Spina bifida
                        Merupakan jenis kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan terbukanya satu atau 3 ruas tulang belakang dan tidak tertutupnya kembali selama proses perkembangan. Akibatnya fungsi jaringan saraf terganggu dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, hydrocephalus, yaitu pembesaran pada kepala karena produksi cairan yang berlebihan. Biasanya kasus ini disertai dengan ketuna grahitan.
3.         PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
            Dalam pelaksanaan pembelajaran akan dikemukakan hal-hal yang berkaitan dengan           keterlaksanaannya, seperti berikut
1.      Perencanaan Kegiatan Belajar-Mengajar
            Sehubungan dengan perencanaan kegiatan pembelajaran bagi anak tuna daksa, Ronald L. Taylor (1984) mengemukakan, apabila penyandang cacat menerima pelayanan pendidikan di sekolah formal maka ia harus memperoleh pelayanan pendidikan yang di individualisasikan. Dalam rangka mengembangkan program pendidikan yang di individualisasikan, banyak informasi atau data yang diperlukan dan salah satunya dihasilkan melalui asesmen. Adapun langkah-langkah utama dalam merancang suatu program pendidikan individual (PPI) adalah sebagai berikut :
a.         Membentuk Tim Penilai Program Pendidikan yang di individualisasikan (TP31), yang mencakup guru khusus, guru regular, diagnostician, kepala sekolah, orangtua, siswa, serta personel lain yang diperlukan.
b.         Menilai kekuatan dan kelemahan serta minat siswa yang dapat dilakukan dengan asesmen.
c.         Mengembangkan tujuan-tujuan jangka panjang dan saran –saran jangka pendek.
d.         Merancang metode dan prosedur pencapaian tujuan.
e.         Menentukan metode dan evaluasi kemajuan.
2.         Prinsip Pembelajaran
            Prinsip Pembelajaran Ada beberapa prinsip utama dalam memberikan pendidikan pada anak tuna daksa sebagai berikut :
a.          Prinsip multisensory (banyak indra)
Proses pendidikan anaka tuna daksa sedapat mungkin memanfaatkan dan mengembangkan indra-indra yang ada dalam diri anak karena banyak anak tuna daksa yang mengalami gangguan indra. Dengan pendekatan multisensory, kelemahan pada indra lain dapat difungsikan sehingga dapat membantu proses pemahaman.
b.         Prinsip Individualisasi
Individualisasi mengandung arti bahwa titik tolak layanan pendidikan adalah kemampuan anak secara individu. Model layanan pendidikannya dapat berbentuk klasikal dan individual. Dalam model klasikal, layanan pendidikan diberikan pada kelompok individu yang cenderung memiliki kemampuan yang hampir sama, dan bahan pelajaran yang diberikan pada masing-masing anak sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.
3.  Penataan Lingkungan
                        Berhubungan anak tuna daksa mengalami gangguan motorik maka dalam mengikuti pendidikan membutuhkan perlengkapan khusus dalam lingkungan belajarnya. Gedung sekolah sebaiknya dilengkapi ruangan atau sarana tertentu yang memungkinkan dapat mendukung kelancaran kegiatan anak tuna daksa disekolah. Bangunan-bangunan gedung sebaiknya dirancang dengan memprioritaskan 3 kemudahan, yaitu anak mudah keluar masuk, mudah bergerak dalam ruangan, dan mudah mengadakan penyesuaian atau segala sesuatu yang ada di ruangan itu mudah digunakan.
Beberapa kondisi khusus mengenai gedung adalah sebagai berikut :
a.         Macam-macam ruangan khusus, seperti ruang poliklinik atau UKS untuk pemeriksaan dan perawatan kesehatan anak, ruang untuk latihan bina gerak (physiotheraphy), ruang untuk bina bicara (speech therapy), ruang untuk bina diri, terapi okupasi, dan ruang bermain, serta lapangan.
b.         Jalan masuk menuju sekolah sebaiknya dibuat keras dan rata yang memungkinkan anak tuna daksa yang memakai alat bantu ambulasi seperti kursi roda, tripor,brace, kruk, dan lain-lain, dapat bergerak dengan aman.
c.         Tangga sebaiknya disediakan jalur lantai yang dibuat miring dan landai.
d.         Lantai bangunan baik di dalam dan di luar gedung sebaiknya dibuat dari bahan yang tidak licin.
e.         Pintu-pintu ruangan sebaiknya lebih lebar dari pintu biasa dan daun pintunya dibuat mengatup ke dalam.
f. Untuk menghubungkan bangunan atau kelas yang satu dengan yang lain sebaiknya disediakan lorong (koridor) yang lebar dan ada pegangan di tembok agar anak dapat mandiri berambulasi.
g.         Pada beberapa dinding lorong dapat dipasang cermin besar untuk digunakan anak mengoreksi sendiri sikap atau posisi jalan yang salah.
h.         Kamar mandi atau kecil sebaiknya dekat dengan kelas-kelas agar anak mudah dan segera dapat menjangkaunya.
i.          Dipasang WC duduk agar anak tidak perlu berjongkok pada waktu menggunakannya.
j.          Kelas sebaiknya dilengkapi dengan meja dan kursi yang konstruksinya disesuaikan dengan kondisi kecacatan anak, misalnya tinggi meja kursi dapat disetel, tanganan, dan sandaran kursi dimodifikasi, dan dipasang belt (sabuk) agar aman.
4.         PERSONEL
Personel yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pendidikan anaka tunadaksa adalah sebagai berikut :
1.         Guru yang berlatar belakang pendidikan luar biasa, khususnya pendidikan anak tuna daksa
2.         Guru yang memiliki keahlian khusus, misalnya keterampilan, kesenian
3.         Guru sekolah biasa
4.         Dokter umum
5.         Dokter ahli ortopedi
6.         Neurolog
7.         Ahli terapi lainnya, seperti ahli terapi bicara, physiotherapist, dan bimbingan konseling, serta orthotist prosthetist
5.         BIMBINGAN BELAJAR
                        Anak Tuna daksa memerlukan bimbingan belajar membaca, menulis, dan berhitung. Ketiga kemampuan dasar ini perlu memperoleh layanan sedini mungkin sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak, manakala telah memasuki program sekolah dasar.
6.         Alat Bantu untuk Tuna Daksa
      Alat bantu belajar/akademik
a.       Kartu abjad
Kita bias memperlihatkan warna pada bentuk abjad itu atau memilih warna yang disukainya. Semisalnya abjad itu huruf “C” maka kita dapat memberikan contoh dengan menjelaskan bentuk bulan sabit dan pada abjad tersebut dengan warna yang bermacam-macam ataupun yang disukainya. Begitu juga dengan huruf “O” maka kita dapat memeberi penjelasan dengan contoh bentuk suatu beola dan bentuk-bentuk lingkaran.
b.      Kartu kata
Kita bias mengenalkan anak dengan disajikannya gambar wortel, apel, hewan-hewan yang bertuliskan dibawah gambar tersebut menurut masing-masing gambar.
c.       Kartu kalimat
Kita dapat menggabungkan suatu objek yang beruba gambar-gambar yang berisi tentang suatu kegiatan contohnya ibu sedang memasak, orang yang sedang memancing. Nah, dari gambar-gambar itu dapat dijadikan suatu kalimat dan disajikan kartu kalimatnya sebagai kunci jawabannya.               
d.      Torso seluruh badan                  
e.       Geometri sharpe
f.        Menara gelang                 Yaitu anak dapat melatik gerakan otot-otot secara
g.      Menara segetiga             sederhana. Misalnya keatas, kebawah, kesamping dan
h.      Menara segiempat          ditingkatkan dengan gerakan yang menyenangkan
i.        Papan pasak      dengan alat bantu berupa mainan-mainan yaitu
Menara gelang, Menara segetiga, Menara segiempat, dan Papan pasak.
j.        Gelas rasa
k.      Botol aroma
l.        Abacus dan washer
m.    Kotak bilangan
Fungsi pembelajaran kotak bilangan untuk melatih motoriknya dalam kognitif contohnya suatu bentuk-bentuk yang disetiap sisinya ada bertuliskan angka-angka sehingga pengenalan angka itu akan lebih menarik.



















V.              SLB Tipe E
Karateristik
1.      Anak tunalaras, yang dimaksud disini adalah anak yang mengalami hambatan/kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial, bertingkah laku menyimpang dari norma-norma yang berlaku dan dalam kehidupan sehari-hari sering disebut anak nakal sehingga dapat meresahkan/ mengganggu lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
2.      Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras, adalah suatu lembaga pendidikan yang memberikan pelayanan pendidikan secara khusus bagi anak tunalaras. Saat ini penyelenggara pendidikan anak tunalaras ialah Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Kehakiman, Departemen Sosial, dan lembaga social atau yayasan.
3.      Pendidikan Terpadu, adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan bagi anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus, termasuk tunalaras yang diselenggarakan bersama-sama anak normal di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum umum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan. Adapun mata pelajaran yang tidak dapat dilaksanakan oleh anak yang memerlukan layanan khusus tersebut diganti dengan pelajaran lain yang dapat dilakukan oleh anak yang bersangkutan.
4.      Kelas Khusus, adalah suatu bentuk pelayanan pendidikan bagi anak yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus, termasuk anak tunalaras melalui kelompok belajar di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum umum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan.
5.      Guru Pembimbing Khusus/Guru Bantu, adalah guru khusus yang tertugas di sekolah umum untuk memberikan bimbingan dan pelayanan kepada anak tunalaras yang mengalami kesulitan dalam mengikuti pendidikan dan sosialisasi dalam kehidupan sehari-hari di sekolah yang menyelenggarakan program Pendidikan Terpadu bagi anak tunalaras.






Ciri ciri anak Tuna Laras
Menurut jenis gangguan atau hambatan
a. Gangguan Emosi
Anak tunalaras yang mengalami hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis perbuatan, yaitu: senang-sedih, lambat cepat marah, dan releks-tertekan.
Secara umum emosinya menunjukkan sedih, cepat tersinggung atau marah, rasa tertekandan merasa cemas
Gangguan atau hambatan terutama tertuju pada keadaan dalam dirinya. Macam-macam gejala hambatan emosi, yaitu:
·         Gentar, yaitu suatu reaksi terhadap suatu ancaman yang tidak disadari, misalnya ketakutan yang kurang jelas obyeknya.
·         Takut, yaitu rekasi kurang senang terhadap macam benda, mahluk, keadaan atau waktu tertentu. Pada umumnya anak merasa takut terhadap hantu, monyet, tengkorak, dan sebagainya.
·         Gugup nervous, yaitu rasa cemas yang tampak dalam perbuatan-perbuatan aneh. Gerakan pada mulut seperti meyedot jari, gigit jari dan menjulurkan lidah. Gerakan aneh sekitar
·          
·          
·         hidung, seperti mencukil hidung, mengusap-usap atau menghisutkan hidung. Gerakan sekitar jari seperti mencukil kuku, melilit-lilit tangan atau mengepalkan jari. Gerakan sekitar rambut seperti, mengusap-usap rambut, mencabuti atau mencakar rambut.
Demikian pula gerakan-gerakan seperti menggosok-menggosok, mengedip-ngedip mata dan mengrinyitkan muka, dan sebagainya.
·         Sikap iri hati yang selalu merasa kurang senang apabila orang lain memperoleh keuntungan dan kebahagiaan.
·         Perusak, yaitu memperlakukan bedan-benda di sekitarnya menjadi hancur dan tidak berfungsi.
·         Malu, yaitu sikap yang kurang matang dalam menghadapi tuntunan kehidupan. Mereka kurang berang menghadapi kenyataan pergaulan.
7) Rendah diri, yaitu sering minder yang mengakibatkan tindakannya melanggar hukum karena perasaan tertekan.

b. Gangguan Sosial
Anak ini mengalami gangguan atau merasa kurang senang menghadapi pergaulan. Mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan itu adalah seperti sikap bermusuhan, agresip, bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, keras kepala, menentang menghina orang lain, berkelahi, merusak milik orang lain dan sebagainya. Perbuatan mereka terutama sangat mengganggu ketenteraman dan kebahagiaan orang lain.
Beberapa data tentang anak tunalaras dengan gangguan sosial antara lain adalah:
·         Mereka datang dari keluarga pecah (broken home) atau yang sering kena marah karena kurang diterima oleh keluarganya.
·         Biasa dari kelas sosial rendah berdasarkan kelas-kelas sosial.
·         Anak yang mengalami konflik kebudayaan yaitu, perbedaan pandangan hidup antara kehidupan sekolah dan kebiasaan pada keluarga.
·         Anak berkecerdasan rendah atau yang kurang dapat mengikuti kemajuan pelajaran sekolah.
·         Pengaruh dari kawan sekelompok yang tingkah lakunya tercela dalam masyarakat.
·         Dari keluarga miskin.
·         Dari keluarga yang kurang harmonis sehingga hubungan kasih sayang dan batin umumnya bersifat perkara.
Salah satu contoh, kita sering mendengar anak delinkwensi. Sebenarnya anak delinkwensi merupakan salah satu bagian anak tunalaras dengan gangguan karena social perbuatannya menimbulkan kegocangan ketidak bahagiaan/ketidak tentraman bagi masyarakat. Perbuatannya termasuk pelanggaran hukum seperti perbuatan mencuri, menipu, menganiaya, membunuh, mengeroyok, menodong, mengisap ganja, anak kecanduan narkotika, dan sebagainya.

2. Klasifikasi berat-ringannya kenakalan
Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan pedoman untuk menetapkan berat ringan kriteria itu adalah:
1.      Besar kecilnya gangguan emosi, artinya semikin tinggi memiliki perasaan negative terhadap orang lain. Makin dalam rasa negative semakin berat tingkat kenakalan anak tersebut.
2.      Frekwensi tindakan, artinya frekwensi tindakan semakin sering dan tidak menunjukkan penyesalan terhadap perbuatan yang kurang baik semakin berat kenakalannya.
3.      Berat ringannya pelanggaran/kejahatan yang dilakukan dapat diketahui dari sanksi hukum.
4.      Tempat/situasi kenalakan yang dilakukan artinya Anak berani berbuat kenakalan di masyarakat sudah menunjukkan berat, dibandingkan dengan apabila di rumah.
5.      Mudah sukarnya dipengaruhi untk bertingkah laku baik. Para pendidikan atau orang tua dapat mengetahui sejauh mana dengan segala cara memperbaiki anak. Anak “bandel” dan “keras kepala” sukar mengikuti petunjuk termasuk kelompok berat.
6.      Tunggal atau ganda ketunaan yang dialami. Apabila seorang anak tunalaras juga mempunyai ketunaan lain maka dia termasuk golongan berat dalam pembinaannya.

Metode pembelajaran
Untuk menjamin kesesuaian program pendidikan luar biasa tunalaras dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan, kemampuan peserta didik tunalaras serta efektivitas dan efesiensi, penyelenggaraan pendidikan luar biasa tunalaras dapat memilih pola-pola berikut :
1.      Pendidikan Luar Biasa tunalaras merupakan gabungan semua satuan pendidikan. Menurut pola ini, hanya terdapat satu bentuk yang menyelenggarakan semua satuan pendidikan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan.
2.      Pendidikan Luar Biasa tunalaras dibagi menurut satuan pendidikan. menurut pola ini terdapat 3 (tiga) bentuk yaitu SDLB, SLTPLB dan SMLB yang masing-masing disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan.
Penyelenggaraan pendidikan bagi peserta didik tunalaras yang memiliki kecerdasan normal dapat dilaksanakan bersama dengan anak normal melalui pendidikan terpadu dan atau kelas khusus.
Program Bidang Pengajaran
Isi program bidang pengajaran pada prinsipnya sama dengan sekolah reguler. Mengingat kondisi anak tunalaras pada umumnya malas untuk belajar, maka sifat pengajaran kepada mereka juga bersifat penyuluhan atau yang disebut remedial teaching. Remedial teaching maksudnya membantu murid dalam kesulitan belajar.
Sistem pengajaran bersifat klasikal. Ada kemungkinan dalam satu kelas terdiri dari beberapa anak yang mengikuti program pengajaran secara berbeda-beda. Jumlah murid tiap-tiap kelas sekurang-kurangnya tiga orang dan sebanyak-banyaknya 12 orang.
Banyak sedikitnya jumlah murid tiap kelas ditentukan oleh:
a. Faktor kecakapan guru melayani individu.
b. Makin muda usia makin kecil jumlahnya.
c. Ambang perbedaan umur tidak besar.
d. Fasilitas ruangan.
Para guru di sekolah bagi anak tunalaras perlu memahami teknik diagnosik kesulitan belajar, kemudian cara membimbing disesuaikan dengan bakat dan kemampuan tiap-tiap murid.

2. Program Bimbingan Penyuluhan
Program-program ditawarkan dalam bimbingan dan penyuluhan antara lain :
1.      Program bimbingan penyuluhan suasana hidup keagamaan di asrama.
2.      Program keterampilan.
3.      Program belajar di sekolah reguler (terpadu dan atau kelas khusus).
4.      Program bimbingan kesenian.
5.      Program kembali ke orangtua.
6.      Program kembali ke masyarakat.
7.      Program bimbingan kepramukaan










VI.           SLB Tipe G
Pengertian dan Karakteristik Anak Tunaganda
 Yang disebut anak tunaganda adalah anak yang memiliki kombinasi kelainan (baik dua jenis kelainan atau lebih) yang menyebabkan adanya masalah pendidikan yang serius ,sehingga dia tidak hanya dapat diatas dengan suatu program pendidikan khusus untuk satu kelainan saja, melaiankan harus didekati dengan variasi program pendidikan sesuai kelainan yang dimiliki.


Anak tunaganda biasanya menunjukkan fenomena-fenomena perlaku di antaranya :
1. Kurang komunikasi atau sama sekali tidak dapat berkomunikasi.
2. Perkembangan motorik dan fisiknya terlambat.
3. Seringkali menunjukkan perilaku yang aneh dan tidak bertujuan.
4. Kurang dalam keterampilan menolong diri sendiri.
5. Jarang berperilaku dan berinteraksi yang sifatnya konstruktif.
6. Kecenderungan lupa akan keterampilan keterampilan yang sudah dikuasai.

7. Memiliki masalah dalam mengeneralisasikan keterampilan keterampialan dari suatu situasi ke situasi lainnya.


  Klasifikasi anak Tunaganda
 Pada dasarnya ada beberapa kombinasi kelaianan, di antaranya:
1. Kelainan utamanya tunagrahita.
Gabungannya dapat tunagrahita atau tunanetra. Gabungan dengan tunanetrainilah yang dipandang paling berat cara menanganinya.
2. Kelainan utamanya tunarungu.
 Gabungannya dapat tunagrahita atau tunanetra. Gabungan dengan tunanetra inilah yang dipandang paling berat cara menanganinya.

3. kelainan utamanya tunanetra. 
 Gabungannya dapat berwujud tunalaras, tunarungu, dan kelainan yang 
4. Kelainanan utamanya tunadaksa. 
 Gabungannya dapat berwujud tunagrahita, tunanetra, tunarungu, gayaemosi, dan kelainan lain.
5. Kelainan utamanya tunalaras.
 Gabungannya dapat berwujud austisme dan pendengaran.
6. Kombinasi kelainan lain
Metode pengajaran
Program-program pendidikan bagi anak
tunaganda semakin dikembangkan untuk anak usia sedini mungkin.setidak-tidaknya program pendidikan lebih diorientasikan untuk meninmgkatkan kemandirian anak.untuk menjaga efekvitas program pendidikan,maka program seharusnya mengakes empat bidang utama, yaitu bidang domestik, rekreasional, ,kemasyarakatan, dan vokasional.Hasil asesmen ini mungkinkan dapat membantu dalam merumuskan tujuan yang lebih fungsional.Sementara itu dengan pengajaran seharusnya mencakup,di antaranya:ekspresi pilihan, komunikasi,pengembangan keterampilan fungsional,dan latihan keterampilan sosial sesuai dengan usianya,menyadari akan kondisi obyektif anak anak tunaganda,maka pendekatan multidipliner adalah penting.Oleh karena itu orang-orang yang sesuai dalam mengatasi anak tunaganda,seperti terapis bicara dan bahasa,terapis
bicara dan bahasa,terapi fisik dan okupasional seharusnya bekerjasama dengan guru guru kelas,guru-guru khusus dan orangtua,karena perlajuan yg lebih cocok untuk


mengatasi anak-anak tunaganda berkenaan dengan masalah ketererampilan adalah memberikan layanan yang terbaik daripada yang diberikan ditempat terapi yang terpisah.Untuk dapat menjamin kemandirian menjamin kemandirian anak tunaganda dalam proses pembelajaran perlu didukung dengan penataan kelas yang sesuai,alat bantu dalam meningkatan keterampilan fungsionalnya.
Integrasi dengan anak seusia merupakan komponen lainnya yg penting.menghadirin sekolah regular dan berpartisipasi dalam kegiatan yg sama dengan anak-anak normal adalah penting untuk pengembangkan keterampilan sosial dan persahabatan,di samping dapat mendorong adanya perubahan sikap yg lebih positif.