Intelegensi:
Psikometrik dan Pendekatan Vygotsky
Salah satu faktor yang turut mempengaruhi
kekuatan dari kemampuan kognitif seseorang adalah intelegensi. Ada 2 cara
intelegensi itu diukur yaitu dengan tes tradisional psikometrik dan melalui tes
terbaru dari potensi kognitif.
Pengukuran
Traditional Psychometric
Pada awal abaf ke-20, sekolah
administrasi di Paris menanyakan seorang psikolog Alfred Binet untuk menemukan
cara bagaimana mengidentifikasi seorang anak yang mampu menangani tugas-tugas,
dan siapa yang harus diberikan pembelajaran atau pelatihan yang khusus. Tes
yang dibuat oleh Alfred Binet tersebut adalah tes psikometrik yang sekarang
digunakan pada anak-anak yang mana skor dari intelegensinya itu berupa angka.
Anak prasekolah yang berusia 3-5
tahun lebih mudah mengikuti tes ini dibanding anak yang usianya lebih muda
sperti bayi dan balita karna kemampuan verbal dan bahasa mereka sudah lebih
banyak.
Ada dua tes yang umum dipakai pada
anak usia prasekolah yaitu Stanford-Binet dan the Wechsler Preschool dan
Primary Scale of Intelligence.
Stanford-Binet Intelligence Scales
adalah tes intelegensi yang digunakan pada anak berusia 2 tahun keatas. Tes ini
memakan waktu 45 sampai 60 menit. Anak yang dites akan disuruh untuk
mendefenisikan kata, merangkai manik-manik, membuat sesuatu dari blok-blok,
mengidentifikasi bagian yang hilang dari sebuah gambar, menelusuri labirin, dan
menunjukkan pemahaman dari nomor-nomor. Skor dari hasil tes tersebut diharapkan
untuk mengukur kemampuan mereka dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang
abstrak, pengetahuan, penalaran kuantitatif, spasial-visual, dan working
memory.
The Wechsler Preschool and Primary
Scale of Intelligence, Revised (WPPSI-III),adalah tes individual yang memakan
waktu 30 sampai 60 menit, yang telah membagi level tes dari anak berusia 2.5-4
tahun dan 4-7 tahun. Revisinya pada tahun 2002 termasuk subtes baru yang dibuat
untuk mengukur kemampuan verbal dan nonverbal, reseptif versus ekspresif
vocabulary, kan kecepatan memproses.
WPPSI-III juga bisa digunakan untuk anak-anak spesial dan berkebutuhan
khusus. Seperti anak autis, perkempangan yang terhambat, dll.
Pengaruh
dari Pengukuran Intelegensi
Pemikiran umum kita ketika melihat
hasil skor IQ kita adalah bahwa apa yang kita lihat tersebut betul-betul adalah
skor IQ yang pasti tentang kecerdasan kita. Sebenarnya, skor IQ kita adalah
ukuran dari seberapa baik seorang anak dapat melakukan beberapa tugas dalam
waktu tertentu dibandingkan dengan anak lain yang usianya sama.
Seberapa baik seorang anak
mengerjakan tes IQ itu tergantung dari beberapa faktor, seperti emosional,
keadaan lingkungan disekitarnya, keadaan ekonomi, budaya, dsb.
Peneliti perkembangan percaya bahwa
lingkungan keluarga memiliki andil besar dalam mempengaruhi intelegensi si
anak. Baik itu berdasarkan keturunan genetik ataupun bagaimana peran serta
orang tua saat proses pembelajaran si anak.
Hubungan antara ekonominya dengan IQ
juga telah dipahami dengan baik. Pendapatan keluarga berhubungan dengan
perkembangan kognitif dan prestasinya di sekolah. Keadaan ekonomi keluarga juga
memberikan pengaruh yang kuat dalam diri mereka.
Mengajar Berdasarkan
Teori Vygotsky
Menurut Vygotsky, anak-anak belajar
berdasarkan interaksi mereka dengan orang dewasa. Pembelajaran interaktif ini
lebih efektif dalam membantu anak dalam melewati Zone of Proximal Development
(ZPD), sebuah pemisah antara apa yang mereksa sudah bisa lakukan dan apa yang
blum bisa mereka lakukan sendiri. Anak-anak yang berada dalam ZPD hampir tidak
bisa menyelesaikan tugas-tugas mereka sendiri. Tapi, dengan bimbingan yang
benar mereka dapat menyelesaikan tugas tersebut. ZPD berdasarkan teori
Vygotsky, memberikan pengukuran yang lebih baik tentang potensi si anak,
dibandingkan dengan tes traditional psychometric dimana tes ini hanya mengukur
berdasarkan apa yang mereka sudah kuasai.
Beebrapa pengikut teori Vygotsky
telah beralih mengikuti ajaran Scaffolding. Dimana dalam hal ini orang tua,
atau guru memberi dukungan atau pengarahan sementara sampai sang anak dapat
mengerjakan tugas mereka sendiri. Semakin tidak mampu anak menyelesaikan tugas
nya, semakin besar peran orang tua dalam mengarahkan si anak. Jika si anak
sudah mulai bisa mengerjakan tugasnya, maka peran orang tua akan berkurang
dengan sendirinya. Dengan hal ini, orang tua cukup memantau proses kognitif
nya, dan membantu sang anak untuk bertanggung jawab dalam belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar