Rabu, 27 Februari 2013

intelegensi


Intelegensi: Psikometrik dan Pendekatan Vygotsky

Salah satu faktor yang turut mempengaruhi kekuatan dari kemampuan kognitif seseorang adalah intelegensi. Ada 2 cara intelegensi itu diukur yaitu dengan tes tradisional psikometrik dan melalui tes terbaru dari potensi kognitif.

Pengukuran Traditional Psychometric
Pada awal abaf ke-20, sekolah administrasi di Paris menanyakan seorang psikolog Alfred Binet untuk menemukan cara bagaimana mengidentifikasi seorang anak yang mampu menangani tugas-tugas, dan siapa yang harus diberikan pembelajaran atau pelatihan yang khusus. Tes yang dibuat oleh Alfred Binet tersebut adalah tes psikometrik yang sekarang digunakan pada anak-anak yang mana skor dari intelegensinya itu berupa angka.
Anak prasekolah yang berusia 3-5 tahun lebih mudah mengikuti tes ini dibanding anak yang usianya lebih muda sperti bayi dan balita karna kemampuan verbal dan bahasa mereka sudah lebih banyak.
Ada dua tes yang umum dipakai pada anak usia prasekolah yaitu Stanford-Binet dan the Wechsler Preschool dan Primary Scale of Intelligence.
Stanford-Binet Intelligence Scales adalah tes intelegensi yang digunakan pada anak berusia 2 tahun keatas. Tes ini memakan waktu 45 sampai 60 menit. Anak yang dites akan disuruh untuk mendefenisikan kata, merangkai manik-manik, membuat sesuatu dari blok-blok, mengidentifikasi bagian yang hilang dari sebuah gambar, menelusuri labirin, dan menunjukkan pemahaman dari nomor-nomor. Skor dari hasil tes tersebut diharapkan untuk mengukur kemampuan mereka dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang abstrak, pengetahuan, penalaran kuantitatif, spasial-visual, dan working memory.
The Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence, Revised (WPPSI-III),adalah tes individual yang memakan waktu 30 sampai 60 menit, yang telah membagi level tes dari anak berusia 2.5-4 tahun dan 4-7 tahun. Revisinya pada tahun 2002 termasuk subtes baru yang dibuat untuk mengukur kemampuan verbal dan nonverbal, reseptif versus ekspresif vocabulary, kan kecepatan memproses.  WPPSI-III juga bisa digunakan untuk anak-anak spesial dan berkebutuhan khusus. Seperti anak autis, perkempangan yang terhambat, dll.

Pengaruh dari Pengukuran Intelegensi
Pemikiran umum kita ketika melihat hasil skor IQ kita adalah bahwa apa yang kita lihat tersebut betul-betul adalah skor IQ yang pasti tentang kecerdasan kita. Sebenarnya, skor IQ kita adalah ukuran dari seberapa baik seorang anak dapat melakukan beberapa tugas dalam waktu tertentu dibandingkan dengan anak lain yang usianya sama.
Seberapa baik seorang anak mengerjakan tes IQ itu tergantung dari beberapa faktor, seperti emosional, keadaan lingkungan disekitarnya, keadaan ekonomi, budaya, dsb.
Peneliti perkembangan percaya bahwa lingkungan keluarga memiliki andil besar dalam mempengaruhi intelegensi si anak. Baik itu berdasarkan keturunan genetik ataupun bagaimana peran serta orang tua saat proses pembelajaran si anak.
Hubungan antara ekonominya dengan IQ juga telah dipahami dengan baik. Pendapatan keluarga berhubungan dengan perkembangan kognitif dan prestasinya di sekolah. Keadaan ekonomi keluarga juga memberikan pengaruh yang kuat dalam diri mereka.

Mengajar Berdasarkan Teori Vygotsky
Menurut Vygotsky, anak-anak belajar berdasarkan interaksi mereka dengan orang dewasa. Pembelajaran interaktif ini lebih efektif dalam membantu anak dalam melewati Zone of Proximal Development (ZPD), sebuah pemisah antara apa yang mereksa sudah bisa lakukan dan apa yang blum bisa mereka lakukan sendiri. Anak-anak yang berada dalam ZPD hampir tidak bisa menyelesaikan tugas-tugas mereka sendiri. Tapi, dengan bimbingan yang benar mereka dapat menyelesaikan tugas tersebut. ZPD berdasarkan teori Vygotsky, memberikan pengukuran yang lebih baik tentang potensi si anak, dibandingkan dengan tes traditional psychometric dimana tes ini hanya mengukur berdasarkan apa yang mereka sudah kuasai.
Beebrapa pengikut teori Vygotsky telah beralih mengikuti ajaran Scaffolding. Dimana dalam hal ini orang tua, atau guru memberi dukungan atau pengarahan sementara sampai sang anak dapat mengerjakan tugas mereka sendiri. Semakin tidak mampu anak menyelesaikan tugas nya, semakin besar peran orang tua dalam mengarahkan si anak. Jika si anak sudah mulai bisa mengerjakan tugasnya, maka peran orang tua akan berkurang dengan sendirinya. Dengan hal ini, orang tua cukup memantau proses kognitif nya, dan membantu sang anak untuk bertanggung jawab dalam belajar.

Tidak ada komentar: